Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perhubungan telah menyiapkan sejumlah proyek infrastruktur baik udara, laut, kereta api hingga darat dalam merespons beroperasinya lembaga pengelola investasi (sovereign wealth fund) Indonesia Investment Authority pada kuartal I/2021.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa terbentuknya pengawas dan direksi lembaga pengelola investasi tersebut menjadi batu loncatan dan langkah yang strategis sesuai dengan amanat Undang–Undang (UU) cipta kerja serta aturan turunan PP untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia.
Menhub juga mengharapkan dengan sejumlah kewenangan khusus yang dimiliki INA dalam rangka mengeloala dana investasi pemerintah pusat dapat berjalan dengan baik. Terlebih dengan kondisi pandemi yang masih berlangsung, sambungnya, tidak boleh menyurutkan langkah penyediaan infarstruktur.
Menteri yang akrab disapa BKS tersebut juga menuturkan kendati masih asing dengan keberadaan INA tersebut, dia optimitistis institusi ini akan menjadi luar biasa karena merupakan langkah kreatif dan menjadi sejarah baru bagi lembaga yang berwenang mengelola investasi.
Kemenhub, lanjutnya, dalam merespons kehadiran INA telah menyiapkan dejumlah proyek yang potensial seperti Pelabuhan Garongkong di Sulawesi Selatan, Pelabuhan di Palembang dan Ambon yang tengah dilakukan studi kelayakan sebagai proyek prakarsa.
Kemudian ada Bandara Singkawang yang merupakan KPBU, bandara di Papua seperti Fakfak, Manokwari, Bandara Mentawai, Sumatra Barat, Aceh, Pulau Banggai, NTT merupakan pulau terindah.
“Kami juga akan membangun seaplane di Ambon dan Bandara Kangean, Bandara Taufik Kiemas di Lampung, juga mengembangkan MRT, LRT di Bali, Medan, Bandung, Surabaya, Makassar, terminal bis di kota besar loopline di Jakarta, dan proyek lainnya yang tidak bisa menggunakan APBN biasa,” ujarnya dalam diskusi daring pada Rabu (9/3/2021).
Menurutnya, dari sisi investor asing, keberadaan INA akan memberikan kepastian dan mencegah asimetri informasi yang berimplikasi kepada mahalnya biaya transaksi daam berinvestasi di Indonesia.
Dia pun mencontohkan pengalamannya sebelumnya ketika menjabat di salah satu perusahaan publik yang harus melakukan road show ke luar negeri. Selain memerlukan lebih banyak waktu juga tidak mudah meyakinkan dan menghasilkan kepercayaan dari investor asing.
Budi menyebutkan sejumlah negara yang juga telah memiiki lembaga ini dengan aset yang mencapai US$3.975 miliar di antaranya, Norwegia, China, Arab Saudi. Nilai aset ini jauh lebih besar dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto di Indonesia sekaligus menjadi sumber alternatif pendanaan dari pasar global.