Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Bahan Baku Baja Ringan Melonjak, Bagaimana Harga Jualnya?

Saat ini bahan baku baja ringan menyentuh rekor harga tertinggi sejak 2011.
Ilustrasi baja ringan. /Istimewa
Ilustrasi baja ringan. /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) Stephanus Koeswandi mengatakan saat ini terjadi kenaikan harga bahan baku baja ringan sekitar 25-30 persen dan merupakan harga tertinggi sejak 2011.

Namun industri baja ringan memastikan penyesuaian harga yang harus dilakukan akibat volatilitas awal tahun ini tidak akan terlalu memberatkan konsumen. 

"Awal tahun ini permintaan dari sejumlah proyek juga seperti biasa belum ramai karena perusahaan umumnya masih melakukan tender, sedangkan cuaca yang kerap hujan juga banyak membuat perusahaan swasta menunda dulu proyeknya. Jadi saat ini stok tinggi dan ada kenaikan harga," katanya kepada Bisnis, Rabu (3/3/2021).

Stephanus mengemukakan kenaikan harga ini juga tidak lepas dari kondisi makro baja, di mana ada andil spekulan dan trader yang membuat pasar lebih ramai dan kenaikan harga berlangsung sejak November 2020 lalu belum dapat terhentikan. 

Sementara itu, logistik dari luar banyak mengalami kendala membuat permintaan bahan baku yang biasanya 25-30 persen diambil dari impor harus dipenuhi di dalam negeri sendiri. 

Kondisi tersebut juga tercermin dari laporan penurunan bahan baku impor produk baja yang pada 2019 hampir mencapai 900.000 ton, pada 2020 kemarin hanya tercatat separuh atau sekitar 462.000 ton. 

Di sisi lain, penurunan juga dikarenakan upaya pengetatan dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan yang cukup diapresiasi oleh produsen produk baja. 

"Jadi impor cukup terkendali dan utilisasi kami meningkat hingga 85 persen sampai akhir tahun lalu, meski sekarang turun sedikit di evel 70-75 persen. Namun, volatilitas harga juga terus terjadi, kemarin Imlek sempat turun karena kapasitas produksi China berkurang sekarang sudah naik lagi. Jadi kami masih dalam kondisi yang penuh ketidakpastian," ujarnya.

Adapun saat ini ARFI tercatat memiliki anggota 18 perusahaan dengan kapasitas terpasang 800.000 ton per tahun. Tahun lalu, produksi nasional pun hanya berkisar 85 persen atau sekitar 600.000 ton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper