Bisnis.com, JAKARTA - Usulan normalisasi waktu operasional ritel modern sampai pukul 22.00 yang diusulkan asosiasi dinilai perlu kajian lebih lanjut. Operasional normal seperti sebelum pandemi dipandang tidak bisa diterapkan merata untuk seluruh format ritel modern.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Syailendra belum mempertimbangkan untuk menambah izin jam operasional ritel modern, baik untuk ritel yang berdiri sendiri (stand alone) maupun yang berlokasi di pusat perbelanjaan. Meski tak menjadi salah satu klaster penyebaran dan telah menerapkan protokol kesehatan, dia mengatakan keamanan tetap hal yang utama bagi konsumen.
“Memang setiap penambahan jam operasional bisa mendatangkan omzet bagi pelaku usaha, namun perlu dipertimbangkan juga kondisi masyarakat. Saya kira selama pandemi ini yang beraktivitas di pusat perbelanjaan sampai pukul 22.00 juga tidak setinggi saat normal,” kata Syailendra, Senin (22/2/2021).
Dalam banyak kasus, dia menyebut bahwa tak jarang pusat perbelanjaan mulai sepi pukul 20.00 selama pandemi. Atas dasar tersebut, pelaku usaha harus mempertimbangkan apakah penambahan waktu operasional sejalan dengan jumlah kunjungan. Perubahan pola perilaku konsumen selama pandemi pun perlu menjadi pertimbangan pelaku usaha dalam menjalankan suatu keputusan bisnis.
Ketua Umum DPP Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah pun mengutarakan pendapat serupa. Tidak semua segmen ritel bisa menuai keuntungan melalui normalisasi jam operasional.
“Untuk ritel stand alone mungkin cocok dengan operasional normal. Namun kalau di pusat perbelanjaan akan sangat tergantung dengan kondisi masyarakat di lokasi tersebut,” ujar Budihardjo.
Baca Juga
Pada situasi normal, dia menuturkan kunjungan konsumen ke toko ritel di pusat perbelanjaan tertolong dengan hadirnya bioskop yang beroperasi sampai malam. Namun pembatasan yang diterapkan selama pandemi, seperti pembatasan pembukaan bioskop, telah mengurangi daya tarik kunjungan ke pusat perbelanjaan.
Terlepas dari hal tersebut, Budihardjo tak memungkiri bahwa kebijakan operasional selama PPKM mikro lebih akomodatif terhadap kinerja ritel modern. Sebagai contoh, penjualan selama dua pekan pertama implementasi PPKM mikro setidaknya naik 10 sampai 20 persen. Kenaikan ini juga didorong oleh momen Tahun Baru Imlek.