Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa penanganan banjir harus dilakukan secara menyeluruh lewat kegiatan multisektoral yang melibatkan seluruh pemilik kepentingan dengan visi bersama untuk menyelesaikan masalah secara berkelanjutan.
"Penyebab timbulnya banjir yang tersebar di banyak sektor masih belum sepenuhnya teridentifikasi dan belum ditangani secara efektif. Pendekatan yang dilakukan masih sektoral, dan hanya menangani gejala yang muncul dalam sektor tertentu saja.Terjadi ketidakselarasan di antara kegiatan-kegiatan di satu sektor dan di sektor-sektor yang lain,” kata Basuki dalam sambutannya yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah dalam Webinar Nasional Dewan Sumber Daya Air (SDA) bertajuk Kenapa Banjir?, Kamis (18/2/2021).
Sebagai contoh, disebutkan banyak kawasan yang dilanda banjir pada dasarnya merupakan dataran banjir yang seharusnya hanya boleh dikembangkan secara terbatas.
“Saat dilanda banjir, penanganan dilakukan bersifat teknikal, seperti membuat kolam dan pompa. Hal ini memicu pembangunan di daerah tersebut yang selanjutnya menyebabkan banjir dengan kerugian yang jauh lebih besar,” ujarnya seperti dikutip dari laman Kementerian PUPR, Jumat (19/2/2021).
Menurut Basuki, penanganan banjir secara teknikal memang penting dan perlu, tetapi memiliki keterbatasan dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara jangka panjang. “Ketika parameter rancangannya berubah dan/atau terlampaui, maka penanganan tersebut menjadi sangat rentan untuk gagal.”
Untuk itu, kegiatan visioning adalah kegiatan awal yang amat penting untuk dapat menumbuhkan dan membangun komitmen seluruh pemilik kepentingan kepada suatu visi dan tujuan bersama. “Jika visi dan tujuan bersama tidak terbentuk, sulit membangun komitmen yang kuat antarsektor. Saat terjadi sedikit hambatan, pelaksanaan program akan berhenti dan tujuan pembangunan menjadi tidak tercapai.”
Baca Juga
Kebersamaan dan kolaborasi seluruh pihak, menjadi syarat utama bagi keberhasilan dalam pengelolaan risiko banjir.
Menurut kajian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selain curah hujan ekstrem, kerusakan DAS juga menjadi pemicu terjadinya bencana banjir dan tanah longsor.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperlihatkan bahwa saat ini terdapat 14 juta hektare lahan kritis di Indonesia, yang mengancam kelestarian fungsi daerah aliran sungai (DAS).
“Sementara itu, kemampuan kita dalam pemulihan lahan kritis hanya sekitar 232.000 hektare per tahun,” tutur Menteri PUPR.