Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil menilai mayoritas produsen alat pelindung diri atau APD dan masker akan menurunkan kapasitas produksinya tahun ini. Hal itu lantaran kelebihan produk yang terjadi sejak pertengahan tahun lalu.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan dalam kondisi yang masih pandemi saat ini, pabrikan juga tidak akan bisa melakukan stok produk yang besar. Alhasil, penurunan produksi mau tidak mau akan dilakukan.
"Soal surplus besar APD dan masker memang sudah dari tahun lalu waktu itu kami minta ekspor dibuka dan belanja pemerintah untuk produk lokal. Sekarang ekspor memang sudah dibuka tetapi memang penyerapannya saja yang masih lambat," katanya kepada Bisnis, Senin (15/2/2021).
Sayangnya, Rizal menyebut impor produk APD dan masker juga masih terjadi hingga saat ini. Padahal, jika belanja diprioritaskan untuk produk dalam negeri dan konsumsi dalam negeri maka akan dapat mengamankan kelebihan pasokan saat ini.
Belum lagi, jika pemerintah mampu menjadikan Indonesia hub produk APD dan masker untuk pasar global tentu akan sangat membantu produsen.
Sebelumnya, PT Pan Brothers Tbk. menyatakan akan mengurangi volume produksi masker dan alat pelindung diri (APD) medis pada 2021. Strategi tersebut dipilih lantaran kebutuhan masker dinilai akan berkurang akibat komersialisasi vaksin Covid-19 di dalam negeri.
Baca Juga
Vice Chief Executive Officer Pan Brothers Anne Patricia Susanto mengatakan pihaknya akan memangkas kapasitas produksi masker dan APD medis sekitar 60-70 persen dari realisasi tahun ini. Dengan kata lain, kontribusi produksi masker dan APD medis ke pendapatan perseroan akan kurang dari 5 persen.
"[Selama] transisi masa vaksinasi, tetap akan ada kebutuhan APD medis dan masker, tapi jumlahnya kecil dari tahun ini. Jadi, kami merasa APD medis dan masker mungkin hanya 30-40 persen [dari produksi tahun ini] untuk produksi 2021," katanya.
Alhasil, Anne menyatakan performa ekspor masker maupun APD medis akan berkurang pada 2021. Pada tahun ini, Anne mendata pihaknya dapat memproduksi 3-5 juta unit APD dalam bentuk jubah, sedangkan dalam bentuk masker mencapai 30 juta unit per bulan.
Anne mengatakan pihaknya akan tetap memprioritaskan kebutuhan dalam negeri sebelum mengekspor. Oleh karena itu, lanjutnya, alokasi maksimal ekspor masker hanya akan mencapai 50 persen dari total produksi APD perseroan.
Anne merincikan pihaknya akan mengalokasikan produksi masker 50:50 antara pasar domestik dan global. Sementara itu, alokasi ekspor APD berbentuk jubah akan disesuaikan dengan kapasitas produksi perseroan per bulannya.
"Kalau [volume produksi] sampai 3 juta unit, [alokasi ekspornya] bisa 25 persen. Kalau 5 juta, bisa sekitar 50 persen. Karena kebutuhan di dalam negeri tidak sebanyak itu," katanya.
Berdasarkan data Kemenperin, saat ini ada 87 pabrikan masker medis dengan utilisasi di level 71,69 persen. Adapun, industri masker medis diramalkan akan memproduksi 3,1 miliar masker medis, sedangkan 129,8 juta digunakan konsumen lokal.
Sementara itu, ada 146 pabrikan APD medis sekali pakai dengan utilisasi di mencapai 80,4 persen. Sampai akhir tahun, industri APD medis sekali pakai akan memproduksi 556,8 juta unit, sedangkan 11,74 juta unit akan dipasarkan di dalam negeri.
Pada akhir semester I/2020, Kemenperin mendata ada 16 pabrikan masker kain dengan kapasitas produksi per bulan mencapai 394,8 juta unit. Adapun, industri masker kain nasional diramalkan akan memproduksi 2,08 miliar unit hingga akhir tahun.
Sementara itu, Corporate Communications PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) Joy Citra Dewi mengatakan perseroan masih akan terus memasarkan produk masker dan APD ke depan. Sayangnya, Joy enggan merinci pasti kondisi kapasitas produksi dan penjualan produk tersebut saat ini.