Bisnis.com, JAKARTA - Pelonggaran aktivitas bisnis di pusat perbelanjaan dan restoran yang tertuang dalam kebijakan PPKM mikro dinilai bisa menjadi pendorong untuk pemulihan perdagangan eceran. Namun, pemerintah mengharapkan pelaku usaha tetap menyiapkan opsi alternatif dalam berbisnis.
“Iya bisa membantu [proses pemulihan], tetapi jangan sampai seolah tidak ada pilihan untuk menjalankan bisnis. Mereka harus tetap inovasi, lewat platform digital misalnya,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Syailendra kepada Bisnis.com, Senin (8/2/2021).
Berdasarkan laporan yang dia terima dari pelaku usaha, setiap satu jam penambahan durasi operasional, pendapatan setiap gerai ritel setidaknya bertambah di kisaran 20 sampai 30 persen. Karena itu, Kemendag disebut Syailendra turut berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengakomodasi hal ini.
“Jadi penambahan satu jam ini sangat berarti bagi mereka. Karena itu kami juga koordinasi ke Pemda [pada PPKM sebelumnya] untuk memberi spare operasional dari maksimal pukul 19.00 menjadi 20.00 misalnya,” lanjutnya.
Syailendra menyebutkan penurunan omzet bisnis ritel sepanjang 2020 setidaknya mencapai 20 persen yang terjadi akibat pandemi dan pembatasan operasional. Jika pada 2019 asosiasi peritel mengestimasi omzet yang dibukukan mencapai Rp257 triliun, maka realisasi pada 2020 setidaknya turun menjadi Rp205 triliun.
“Jika melihat data BI penjualan ritel ini turun 16,9 sampai 20 persen. Jadi omzet tergerus sekitar Rp52 triliun. Pada saat yang sama pekerja di sektor ritel mencapai 5 juta orang,” kata dia.
Baca Juga
Terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengemukakan bahwa kebijakan PPKM mikro setidaknya bakal mengerek keyakinan konsumen sehingga memberi dorongan bagi bisnis yang tergantung pada mobilitas masyarakat. Sebagaimana diketahui, survei Bank Indonesia pun menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Januari 2021 atau bersamaan dengan PPKM berada di level 84,9, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada di 96,5.
“Untuk bisnis makanan dan minuman diperkirakan kontraksinya tidak sedalam pada Januari,” ujarnya.