Bisnis.com, JAKARTA – Berbicara mengenai preferensi konsumen dalam membeli produk properti, tentunya tak bisa dilepaskan dari kelompok umur atau generasi kelahiran.
Mereka yang lahir di awal 1980-an sampai dengan pertengahan 1990-an atau disebut sebagai generasi milenial menjadi konsumen terbesar berbagai produk yang dipasarkan saat ini, tak terkecuali properti.
Menggaet konsumen properti dari generasi milenial boleh dibilang cukup menantang. Pasalnya, generasi tersebut dikenal sebagai generasi yang masih belum menjadikan properti menjadi salah satu hal yang penting.
Alih-alih mengumpulkan aset, termasuk di antaranya properti seperti generasi sebelumnya, mereka lebih memilih untuk mengoleksi pengalaman.
Generasi milenial punya kecenderungan menghabiskan uangnya untuk bepergian mencari pengalaman, baru mengumpulkan uangnya untuk membeli rumah atau apartemen untuk tempat tinggal.
Walaupun demikian, bukan berarti generasi milenial tak punya keinginan untuk membeli properti atau mempunyai tempat tinggal sendiri.
Selain terkendala harga properti yang dari tahun ke tahun merangkak naik, ternyata banyak di antara mereka yang belum juga membeli tempat tinggal lantaran belum menemukan rumah atau apartemen yang cocok.
Seperti yang diutarakan oleh Adrian, seorang aparatur sipil negara (ASN) muda yang masih betah menghuni indekos ekslusif di bilangan Ragunan, Jakarta Selatan, bersama sang istri. Keinginan untuk mempunyai tempat tinggal sendiri tentu saja ada, tetapi dia belum menemukan rumah yang sreg untuk dibeli.
Pertimbangan utamanya dalam mencari tempat tinggal adalah lokasi yang strategis, mudah dijangkau dengan angkutan umum. Selain itu, dia juga lebih memilih untuk memiliki rumah tapak, alih-alih apartemen.
“Maunya rumah biar lebih leluasa. Sama yang paling penting adalah [lokasinya] strategis kemana-kemana gampang naik angkutan umum terutama kereta api. Jadi nggak habis waktu dan tenaga di jalan setiap hari,” tuturnya.
Properti TOD
Apa yang diungkapkan oleh Adrian diamini oleh Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda. Generasi milenial yang sebagian besar adalah pekerja tentunya memerlukan hunian yang terkoneksi langsung dengan layanan transportasi umum untuk memudahkan mobilitas sehari-hari dari dan ke tempat kerja mereka.
Oleh karena itu, properti dengan konsep transit-oriented development (TOD) makin banyak dikembangkan oleh pengembang di Tanah Air walaupun pada praktiknya tak sepenuhnya mengusung konsep tersebut.
Alih-alih sepenuhnya terkoneksi, properti tersebut lokasinya hanya berdekatan dengan titik naik atau turun transportasi umum seperti stasiun kereta dan terminal bus.
“[Sebanyak] 80 persen dari generasi milenial ini adalah pekerja menengah ke bawah yang mengandalkan angkutan umum untuk beraktivitas. Tentu preferensi [tempat tinggal] mereka yang dekat dengan akses angkutan umum seperti kereta commuter line dan sekarang ada juga MRT [moda raya terpadu] serta LRT [lintas rel terpadu],” ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Ali, properti yang lokasinya dekat dengan akses keluar masuk tol juga ikut dicari oleh generasi milenial. Namun, kebanyakan dari mereka tentunya adalah kelas menengah keatas yang memiliki kendaraan roda empat dan jumlahnya tak begitu besar.
Properti yang memudahkan pengguna kendaraan roda empat ini lebih disukai oleh mereka yang sudah mapan, termasuk orang tua dari generasi milenial yang tak lain adalah generasi X dan generasi baby boomer.
Selain itu, Ali menyebut generasi milenial punya kecenderungan memilih properti yang ukurannya tak terlalu besar. Namun, ukuran yang dimaksud adalah ukuran tanah bukan ukuran ruang bangunan.
“[Generasi milenial] senang ruang yang luas sebenarnya. Bukan tanah yang luas. Jadi lebih ke micro housing yang simpel,” tuturnya.
Harga yang lebih terjangkau tentunya menjadi faktor utama mengapa properti tersebut banyak dipilih. Namun, perlu dicatat bahwa properti berukuran kecil tak semuanya bisa dijangkau oleh generasi milenial.
“Banyak yang tidak terjangkau walaupun ukurannya kecil. Termasuk properti TOD yang dikembangkan pemerintah. Seharusnya itu diatur agar milenial bisa menjangakunya. Kebanyakan dari mereka itu mampu membeli properti tak lebih dari harga Rp500 juta,” tuturnya.
Kemudian dari sisi pengembang, untuk menarik minat konsumen dari kalangan generasi milenial pengembang mulai menawarkan produk-produk terbarunya dengan harga yang terjangkau. Walaupun demikian, harga yang ditawarkan lagi-lagi masih berat dijangkau oleh generasi milenial, yakni melampaui Rp500 juta.
“Sekarang kami meluncurkan produk-produk baru yang menyentuh segmen milenial. Kami melihat pertumbuhan hunian di segmen milenial di CitraLand Cibubur naik hingga 85 persen dengan unit price di bawah Rp1 miliar tahun lalu,” kata Direktur PT Ciputra Development Tbk. Harun Hajadi.
Harun menjelaskan proyeksi 2021 lebih bagus untuk segmen pasar hunian di bawah Rp1 miliar, hal ini dikarenakan para investor sudah kembali melirik properti sebagai instrumen investasi yang kebal pandemi.
“Saat ini kondisi sektor properti sudah mulai kembali bergairah didorong oleh investor menghilang dari pasar. Tahun lalu pembeli properti perumahan merupakan end user, sekarang investor sudah kembali masuk dan cukup besar,” kata Harun.