Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Essential Services Reform menilai wacana pembentukan Badan Pelaksana Energi Baru Terbarukan perlu dikaji lebih dalam karena keberadaannya belum tentu mampu memecahkan persoalan terkait lambannya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
"Perlu dipikirkan apakah benar pembentukan badan usaha untuk EBT akan selesaikan permasalahan hambatan EBT? Jangan sampai kita terjebak logika potong kompas, berharap ada institusi bisa selesaikan masalah, tapi institusi itu ternyata tidak bisa selesaikan permasalahan EBT yang kompleks dan malah membuat masalah baru nantinya," ujar Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam sebuah diskusi secara virtual, Selasa (2/2/2021).
Menurutnya, jika badan khusus untuk mengembangkan EBT nantinya akan dibentuk, model badan usaha itu harus melihat konteks institusi, regulasi, tata kelola sektor energi dan kelistrikan, serta politik energi dalam negeri saat ini.
"Mengambil pengalaman dari SECI [Solar Energy Corporation of India] di India, pembentukan badan khusus sangat erat kaitannya dengan target nasional dan institusinya beradaptasi sesuai dengan perkembangan dan perubahan lingkungan pendukung," katanya.
Adapun, hambatan utama pengembangan EBT di Indonesia, menurut Fabby, adalah faktor dari PLN. PLN sebagai single off-taker atau pembeli tunggal dari EBT telah terbebani oleh kondisi permintaan dan pasokan yang tidak seimbang, tingginya biaya produksi listrik sementara tarif listrik tidak naik, serta kondisi keuangan PLN yang terbebani utang yang tinggi.
Sepanjang persoalan finansial BUMN setrum tersebut tidak terselesaikan, penetrasi EBT pada sistem PLN akan terhambat.
Baca Juga
Oleh karena itu, supaya efektif mengembangkan EBT di Indonesia, Rancangan Undang-Undang EBT diarahkan untuk membentuk ekosistem pengembangan dan pemanfaatan EBT, serta mengatasi hambatan-hambatannya.
"Yang perlu diperhatikan di RUU EBT, aspek institusi, kebijakan, teknis, sosial, dan infrastruktur, kalau kita cover makin banyak aspek ini diharapkan bisa akselerasi EBT," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma berpendapat perlu adanya pengaturan badan khusus pengelola EBT dalam RUU EBT untuk mengakselerasi pengembangan EBT.
"Perlu dibentuk badan khusus untuk mengelola energi terbarukan yang independen, yang bertanggung jawab untuk pencapaian target energi terbarukan yang disebut dengan Badan Pengelola Energi Terbarukan atau disebut BPET," katanya.
Nantinya, badan tersebut memiliki tugas untuk menyusun strategi implementasi pemanfaatan energi terbarukan (ET) untuk mencapai target KEN berdasarkan RUEN; berkoordinasi dengan lembaga/kementerian dan institusi terkait.