Bisnis.com, JAKARTA – Produk perikanan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dan cakalang (skipjack tuna) Indonesia berhasil memenuhi sertifikasi standar global perikanan berkelanjutan oleh Marine Stewardship Council (MSC).
MSC adalah sebuah organisasi lingkungan nirlaba. Kolaborasi pemerintah Indonesia dengan MSC ini menjadikan 11.000 ton tuna sirip kuning dan cakalang mengantongi sertifikasi untuk pasar Amerika dan Eropa.
Capaian ini merupakan ketiga kalinya diraih Indonesia berkat upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI) yang didukung International Pole and Line Foundation (IPNLF) untuk memastikan perikanan tuna di Indonesia dikelola secara berkelanjutan.
Pada Mei 2020, North Buru and Maluku Fair Trade Fishing Associations, Indonesian Handline Yellowfin Tuna disertifikasi dengan Standar MSC. Ini menyusul PT Citra Raja Ampat Canning (CRAC) yang meraih sertifikasi pada November 2018.
Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zaini mengatakan sertifikasi yang diperoleh ini melibatkan 380 kapal penangkap ikan yang tersebar di kepulauan Indonesia, mulai dari Sulawesi Utara dan Maluku Utara hingga ke Laut Banda, dan Flores Timur dan Barat.
Ini juga merupakan implementasi kerja sama antara KKP dan MSC yang menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat kolaborasi tentang penangkapan ikan yang berkelanjutan.
Baca Juga
“Adanya sertifikasi ini menunjukkan komitmen kita terhadap penangkapan tuna yang berkelanjutan di Indonesia pada dunia. Sebagai salah satu penghasil tuna terbesar di dunia, sangat vital bagi kita untuk mendukung proses perolehan sertifikasi ini melalui program perbaikan perikanan agar segala sektor perikanan bisa tumbuh secara berkelanjutan," katanya, dikutip dari keterangan resminya, Jumat (29/1/2021).
Sertifikasi tersebut menentukan penangkapan ikan untuk tetap berada pada tingkat praktik terbaik global dengan pengelolaan stok yang baik.
Perolehan ini menjadi komitmen yang harus tetap dijaga selama waktu5 tahun untuk mempertahankan sertifikatnya, terkait dengan stok dan manajemen.
"Tentu saja dukungan seluruh stakeholder terkait terhadap perikanan tuna skala kecil menjadi hal yang sangdt penting dalam mendorong percepatan proses menuju keberlajuntan. Indonesia bangga saat ini memiliki perikanan ketiga yang memenuhi standar keberlanjutan perikanan tertinggi", imbuh Zaini.
Penilaian untuk mendapatkan sertifikasi tersebut dilakukan oleh penilai independen yakni SAI Global. Hal tersebut juga diikuti dengan penilaian terperinci dan konsultasi para pihak oleh Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC)—badan yang bertanggung jawab atas 60 persen tangkapan tuna dunia.
Direktur Asia Pasifik Marine Stewardship Council Patrick Caleo mengucapkan selamat atas capaian yang diraih Indonesia, terutama AP2HI, yang telah berupaya keras mengelola perikanan berkelanjutan.
"Program ekolabel dan sertifikasi MSC ini mengakui dan menghargai praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan dan membantu menciptakan pasar makanan laut yang lebih berkelanjutan agar dapat diakui secara global," ujarnya.
Sementara itu, Ketua AP2HI Yanti Djuari mengatakan meski 2020 diwarnai dengan pandemi yang berdampak bagi bisnis tuna di Indonesia, sertifikasi ini menjadi awal baru.
"Kami yakin sertifikasi ini mendorong anggota asosiasi perikanan lainnya untuk terus mengembangkan praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan dan tertelusuri," tandasnya.