Bisnis.com, JAKARTA - Berubahnya jenis-jenis hak yang timbul akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dipandang bisa mengurangi manfaat yang diperoleh pekerja.
Dalam draf RPP tentang perjanjian waktu kerja tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, serta pemutusan hubungan kerja, tidak lagi tercantum uang penggantian hak berupa penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 15 persen uang pesangon sebagaimana tertuang dalam Pasal 156 ayat 4 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Memang RPP ini mengacu ke UU Cipta Kerja yang menghapus ketentuan uang pengganti hak 15 persen. Ini bisa menurunkan manfaat pesangon,” kata Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar saat dihubungi, Kamis (21/1/2021).
Timboel mengatakan hilangnya ketentuan ini luput dari perhatian pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus menjelaskan alasan tidak disertakannya penggantian hak perumahan dan pengobatan. Terlebih banyak kasus yang menunjukkan bahwa korban PHK kerap kesulitan memperoleh jaminan pengobatan dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional.
“Di dalam Perpres No. 82/2018 sudah diatur bahwa korban PHK dan keluarganya masih ditanggung BPJS Kesehatan maksimal 6 bulan meski tak lagi membayar iurannya. Namun, di lapangan sulit diimplementasikan karena syarat yang banyak, bahkan harus menunjukkan putusan pengadilan soal PHK,” jelas Timboel.
Karena itu, dalam skenario uang penggantian hak sebesar 15 persen tak lagi disertakan, Timboel berharap pemerintah dapat mengompensasinya dengan memberi jaminan bahwa pekerja tetap memperoleh manfaat tersebut. Begitu pula dalam hal akses perumahan yang dia sebut masih belum ramah bagi pekerja.
Baca Juga
“Yang seperti ini harus dipermudah, apalagi pada masa pandemi banyak korban PHK,” kata dia.