Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri ESDM Pastikan Proyek DME Ekonomis

Saat ini ada dua perusahaan swasta yang akan mengembangkan proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol, yakni PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal.
Kegiatan operasional di tambang batu bara yang dikelola oleh PT Harum Energy Tbk./harumenergy
Kegiatan operasional di tambang batu bara yang dikelola oleh PT Harum Energy Tbk./harumenergy

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif memastikan pengembangan gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter sebagai substitusi liquefied petroleum gas merupakan proyek yang ekonomis.

Arifin menuturkan bahwa saat ini proyek gasifikasi yang sudah berjalan adalah proyek DME yang dikembangkan oleh PT Bukit Asam Tbk., PT Pertamina (Persero), dan Air Products and Chemicals Inc., dengan kapasitas produksi mencapai 1,4 juta ton dimetil eter (DME) per tahun.

Menurutnya, berdasarkan hasil kajian terakhir proyek tersebut, harga DME berada pada kisaran US$420 per ton. Harga ini lebih rendah dibandingkan dengan harga liquefied petroleum gas  (LPG) saat ini.

"Perhitungan tim Indonesia, produksinya DME itu pada kisaran harga US$420 per ton. Kemudian kami bandingkan harga LPG saat ini US$550 per ton. Biasanya LPG di level US$620 per ton pada posisi normal. Saya yakin ini akan kembali ke posisi normal. Jadi, gambaran keekonomian demikian," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (19/1/2021).

Adapun, dalam bahan paparan yang disampaikan Arifin, disebutkan bahwa status proyek DME tersebut tengah dilakukan finalisasi kajian dan skema subsidi DME untuk substitusi LPG.

Di sisi lain, kata Arifin, saat ini ada dua perusahaan swasta yang akan mengembangkan proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol, yakni PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal. Produk metanol yang dihasilkan nantinya dapat dikonversi menjadi DME sehingga optimalisasi produksi metanol menjadi DME ini dapat memenuhi kebutuhan substitusi LPG di dalam negeri.

"Konversi metanol ke DME hanya membutuhkan biaya investasi kecil. Jadi, kita masih punya cadangan pengganti LPG ini dari DME sendiri dan konversi metanol ke DME," katanya.

Pernyataan Arifin tersebut merupakan respons terhadap sejumlah anggota Komisi VII DPR yang menyoroti keekonomian proyek DME.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan bahwa masih banyak pihak yang mempertentangkan keekonomian DME untuk menyubstitusi LPG.

"Kalau memang ternyata keekonomian transformasi coal to DME ternyata lebih mahal dari impor LPG kita, saya kira perlu ada kajian lebih khusus. Masalah keekonomian jadi hal vital. Saya sudah bicara dengan PTBA, menurut mereka, keekonomian masuk, tapi masih banyak pihak mempertentangkan," kata Eddy.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ramson Siagian menuturkan bahwa pelaksanaan program substitusi LPG dengan DME harus memperhatikan biaya produksi DME dan prospek harga LPG secara global. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi munculnya beban subsidi baru di APBN sehingga semua perlu dihitung dengan baik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper