Bisnis.com, JAKARTA - Langkah PT MRT Jakarta yang akan melakukan akuisisi terhadap 51 persen saham PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KA Commuter dinilai berisiko menciptakan kapitalisasi pelayanan transportasi publik.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi atau Instran Deddy Herlambang mengatakan hingga saat ini belum ada kajian yang menyatakan bahwa akuisisi ini akan meningkatkan shifting ke angkutan umum atau akan adanya perbaikan pelayanan.
"Apakah ada jaminan setelah akuisisi saham KCI akan ada penambahan penumpang dari 1 juta per hari, menjadi 2-4 juta per hari? Apakah ada perbaikan pelayanan AC KRL selalu dingin? Perjalanan KRL akan selalu tepat waktu? Ada pergantian sarana atau prasarana KRL," tanya Deddy dalam siaran pers, Jumat (15/1/2021).
Dia mengungkapkan hingga saat ini belum paham maksud dari pembelian saham mayoritas KCI tersebut untuk perbaikan layanan KRL Jabodetabek atau untuk kepentingan yang lain. Justru yang ditakutkan adalah kapitalisasi pelayanan transportasi publik.
Berdasarkan pengamatan Deddy, biaya-biaya yang besar untuk pembelian saham berasal dari hutang Pemprov DKI Jakarta kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (SMI) sebesar Rp1,7 triliun akan dikembalikan kepada konsumen sebagai pengguna KRL.
Dia berpendapat jika hal ini terjadi maka besar kemungkinan terjadi kenaikan tarif KRL atau kenaikan tarif lain non fare box seperti tarif sewa space atau booth stasiun yang mahal. Akhirnya penumpang yang terdampak karena akan merasakan mahalnya produk atau barang apabila membeli di stasiun KRL.
Baca Juga
"Kalau tidak sadar bila terjadi kapitalisasi pelayanan seperti itu malah blunder ke end-user [pengguna KRL]," katanya.
Deddy mengungkapkan bahwa dalam rapat terbatas, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pengelolaan moda transportasi di Jadebotabek dapat diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, karena memiliki anggaran besar, termasuk dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) hampir Rp20 triliun.
Sementara dikutip dari situs DPRD DKI Jakarta pada Jumat (15/1/2021), SILPA DKI Jakarta 2020 hanya sebesar Rp2,02 trilun. Menurut Deddy, kondisi keuangan tersebut kurang sehat untuk menyuntikan dana lagi kepada MRT Jakarta.
"Barangkali mengingat masih kondisi pandemi Covid-19, lebih baik Pemerintah Provinsi DKI me-recovery keuangannya," ungkap Deddy.