Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian terus mendorong produsen tahu dan tempe untuk meningkatkan produktivitasnya secara higienis dan efisien. Sementara ini, sebagian besar produsen kecil tersebut kelabakan menghadapi masalah kenaikan harga kedelai.
Langkah tersebut diwujudkan melalui pelaksanaan berbagai program pembinaan, seperti pendampingan, bimbingan teknis produksi dan sertifikasi keamanan pangan.
“Cara pengolahan yang mudah, mesin dan peralatan yang sederhana, membuat tahu tempe banyak diproduksi di seluruh pelosok tanah air. Dominannya berada di Pulau Jawa, yakni di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Sebagian besar adalah pelaku skala kecil,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih melalui siaran pers, Rabu (6/1/2021).
Gati menjelaskan tahu dan tempe merupakan produk makanan olahan yang berasal dari kedelai. Kedua produk tersebut sangat familiar bagi penduduk Indonesia, bahkan tidak jarang yang mengkonsumsi dalam frekuensi yang cukup tinggi.
Hal ini tampak dari konsumsi tahu per kapita per minggu sebesar 0,15 kg dan konsumsi tempe perkapita per minggu sebesar 0,14 kg. Selain karena harga yang terjangkau, tahu dan tempe juga mengandung banyak kandungan gizi. Hampir 90 pesen kedelai di Indonesia digunakan untuk pembuatan tahu dan tempe, sedangkan sisanya untuk produk lainnya seperti tauco dan kecap.
Guna meningkatkan produktivitas IKM tahu dan tempe, Kemenperin juga terus mendorong penerapan teknologi tepat guna, fasilitasi mesin dan peralatan, serta pemanfaatan program restrukturisasi mesin dan peralatan.
Baca Juga
"Tidak hanya itu, dalam rangka penumbuhan wirausaha baru IKM tahu tempe dan produk olahan turunan tahu tempe, juga diberikan pembinaan SDM dan teknologi produksi seperti pelatihan manajemen dan teknis produksi serta diversifikasi produk," ujar Gati.
Selain itu, program industri hijau atau industri ramah lingkungan turut dilaksanakan melalui kegiatan pendampingan produksi bersih serta fasilitasi mesin dan peralatan pengolahan limbah sentra IKM tahu dan tempe. Tujuan program ini diberikan untuk mendorong para pelaku IKM tahu dan tempe menuju aktivitas usaha yang ramah lingkungan.
Kegiatan tersebut sudah dilakukan di daerah Magelang, Singkawang, Makassar dan Bandung. Selain itu, program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, baik dari sisi penggunaan bahan baku dan bahan penolong, serta penghematan penggunaan energi dan air dalam menghasilkan produk yang berbasis pada konsep 3R (reduce, reuse, dan recycle).
Kemenperin mengharapkan melalui program ini akan berdampak langsung pada pengurangan limbah yang dihasilkan dari proses produksi.
Gati menyebut Kemenperin terus mendorong pemerintah daerah untuk membangun atau melakukan revitalisasi sentra-sentra IKM tempe dan tahu melalui program Dana Alokasi Khusus (DAK). Hal ini sudah dimulai di beberapa kabupaten/kota, antara lain Malang, Balikpapan, Langsa, dan Kediri.
"Dengan adanya program revitalisasi sentra tersebut, tentunya akan memperbarui tempat-tempat produksi, dengan didukung mesin dan peralatan, serta pembangunan sarana IPAL," katanya.
Gati menyatakan, pihaknya juga memacu peningkatan daya saing produk melalui inovasi produk atau proses produksi. Misanya pelaku IKM Jadah Tempe Mbah Carik di Yogyakarta, yang telah melakukan inovasi teknologi produk olahan tempe sehingga umur simpan bisa sampai enam bulan.
“Mbah Carik terus berinovasi tidak hanya sekedar menjual olahan tempe. Untuk meningkatkan umur produk agar lebih tahan lama, Jadah Tempe Mbah Carik diproses dengan teknologi retort. Produk inovasi ini bisa bertahan hingga enam bulan sehingga konsumen dari luar Yogyakarta dapat membeli produk ini sebagai oleh-oleh,” ujar Gati.
Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi dalam hal biaya, energi dan waktu, Kemenperin memberikan pendampingan pilot project implementasi 4.0 pada IKM Keripik Tempe Sanan di Malang yang dilakukan oleh Tempeniza.
Tempeniza merupakan pemenang Startup4Industry tahun 2019 dan merupakan produsen mesin berbagai kebutuhan pengolahan tempe dengan mengedepankan teknologi yang efisien dan terjangkau bagi UMKM tempe Indonesia.
Menurut Gati Tempeniza membuat mesin pengolah berbagai macam proses pengolahan tempe dengan teknologi tepat guna yang terjangkau, hemat energi, efektif dan efisien. Tempeniza juga menghadirkan solusi bagi pengusaha tempe skala kecil dengan merintis perusahaan mesin pengolah tempe higienis berdaya listrik rendah dan dijual dengan harga yang ekonomis.
Sementara ini, kalangan perajin tempe tahu dibuat kelabakan akibat kelangkaan kedelai yang membuat harganya meninggi. Di Tulung Agung, misalnya, produsen mengeluhkan harga kedelai yang melejit hingga Rp3.000 per kg. Padahal, harga normalnya Rp7.000 per kg.
Sementara itu Bandarlampung, produsen tempe menghadapi harga kedelai di kisaran Rp9.000 per kg sehingga terpaksa mengecilkan ukuran tempe produksinya. Harga kedelai di Bandarlampung mengalami peningkatan harga sejak tiga bulan terakhir.
Sebelumnya, kalangan produsen tempe dan tahu sempat mogok produksi untuk meminta perhatian pemerintah.