Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2020 mengalami defisit Rp956,3 triliun. Meski begitu, Kementerian Keuangan membanggakan karena masih di bawah target, yaitu Rp1.039,2 triliun.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh berpuas diri hanya karena defisit ada di bawah batas maksimal. Apabila defisit diimbangi dengan pendapatan dan belanja yang tinggi, itu patut diapresiasi.
“Nah, ini kita melihat ternyata realisasi belanja juga masih meleset, yaitu 94,6 persen dari pagu. Itu lebih kecil dari realisasi pendapatan negara sebesar 96,1 persen,” katanya saat dihubungi, Rabu (6/1/2021).
Abra menjelaskan bahwa ada anggaran yang tidak termanfaatkan pada 2020. Itu tercermin dari sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) yang cukup besar, yaitu Rp234,7 triliun. Padahal, 2019 hanya Rp53,4 triliun.
Dengan batas maksimal defisit terhadap produk domestik bruto (PDB) 6,34 persen, silpa masih ada banyak. Lebih ini selain karena pemerintah tak sanggup menjaga pertumbuhan ekonomi, juga tak optimal menjaga daya beli. Nantinya, silpa berdampak pada beban APBN berupa bunga yang harus dibayar.
Tahun 2021 harus menjadi transisi bagi pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19, negara punya waktu 3 tahun untuk mengembalikan defisit kembali di bawah 3 persen.
Baca Juga
“Pertengahan tahun ini jadi salah satu tahun krusial bagaimana pemerintah bisa mulai membuktikan pencapaian pemulihan ekonomi dengan target 5,5 persen sehingga penerimaan pajak memulih dan defisit APBN berkurang sampai 2022,” jelasnya.
Syaratnya, tambah Abra, pemulihan ekonomi benar-benar terjadi agar penerimaan negara membaik. Ini berkaitan erat dengan penanganan Covid-19.
Pekerjaan rumah pemerintah adalah bagaimana kebijakan fiskal bisa selaras dengan target untuk menekan penyebaran Covid-19. Di sisi lain APBN juga perlu divaksinasi agar bisa memiliki daya tahan untuk jangka menengah.
“Jadi tidak hanya masyarakat saja tapi APBN juga bisa pulih. Dalam dua sampai tiga tahun APBN berdarah-darah untuk mendukung pemulihan ekonomi, tapi jangan lupa APBN dipulihkan dengan menjaga defisit fiskal dan betul-betul terukur pemulihan penerimaan pajak kita seperti apa,” ucap Abra.