Bisnis.com, JAKARTA - Konglomerat dari Negeri Tirai Bambu China Jack Ma dikabarkan menghilang setelah kritikan tajamnya kepada kebijakan pemerintah China dalam sebuah pidato beberapa waktu lalu.
Spekulasi mengenai hilangnya pria 56 tahun sejak Oktober 2020 pun terus bergulir. Pasalnya, akun Twitter milik founder Alibaba tersebut hening dan tidak ada aktivitas apapun selama dua bulan.
Adapun kisah hilangnya Jack Ma berawal pada 24 Oktober 2020. Saat itu, Jack Ma hadir dalam konferensi keuangan Bund Summit yang digelar di Shanghai, China.
Dalam pidatonya, Jack Ma mengkritik sistem keuangan China, mulai dari masalah regulasi hingga minimnya dukungan terhadap pendanaan inovasi. Kritik tersebut menjadi yang terakhir darinya sebelum menghilang.
"Inovasi yang bagus tidak takut terhadap regulasi, tetapi takut terhadap regulasi yang usang. Perumpamaannya, jangan menggunakan sistem manajamen stasiun kereta api untuk meregulasi bandara komersil," ujar Jack Ma tegas, dikutip dari Nikkei.
Dia juga menyebut operasional bank di China usang, karena dijalankan dengan mentalitas toko gadai.
Baca Juga
Menurut sang taipan, jika operasional bank-bank China bertahan seperti itu, maka tidak akan mampu mendukung kebutuhan finansial pada masa depan.
Jack Ma menyarankan bank-bank China membuat sistem-sistem tradisionalnya dan menggantikannya dengan teknologi terbaru.
Misalnya, soal pemberian kredit, dia menyarankan penggunaan big data untuk bisa melihat mana kreditur yang berpotensi menyebabkan kredit macet dan tidak.
Dengan begitu, potensi kredit macet bisa dicegah untuk memastikan pinjaman sesuai kemampuan kreditur.
Dalam acara tersebut hadir pejabat-pejabat senior Pemerintah China. Salah satunya adalah Wang Qishan, figur di balik administrasi keuangan China.
Selain itu, ada juga Wakil Perdana Menteri Liu He yang bertanggung jawab mengawasi kebijakan makroekonomi China.
Kritik Jack Ma sampai ke kuping Presiden Xi Jinping.
Xi Jinping dikabarkan marah besar atas pernyataan tersebut dan meminta kelompok usaha Jack Ma ditindak. Sejak saat itu, kelompok usaha Jack Ma, baik Alibaba Group maupun Ant Group, menjadi sasaran Pemerintah China.
Usut punya usut, bentrok antara pemerintah China dan pebisnis yang berakhir penangkapan dan hukumban penjara bukan pertama ini saja.
Dalam sejarahnya, pemerintah pernah memenjarakan pebisnis China yang mengkritik administrasi negara komunis tersebut.
Ren Zhiqiang, mantan CEO di salah satu perusahaan real estat China, menuduh Partai Komunis sebagai dalang di balik pandemi virus Corona.
Dikutip dari The New York Times, pemerintah Beijing kemudian menetapkan hukuman 18 tahun penjara terhadap Ren yang berusia 69 tahun.
“Saya juga dengan rasa ingin tahu dan secara kontroversial terus mempelajari pidato tersebut. Apa yang saya lihat bukanlah seorang kaisar yang berdiri di sana, memamerkan pakaian barunya. Tapi badut yang menelanjangi dan bersikeras untuk terus menjadi kaisar," ungkap Ren terhadap pidato Presiden China, dikutip dari Theprint.in.
Dalam putusan hukuman, Ren dikenakan pasal terkait dengan tindak korupsi. Ren dituduh menggelapkan dana publik hampir 50 juta yuan dan menerima suap sebesar 1,25 juta yuan.
Xiao Jianhua, seorang manajer aset, pernah diculik dari sebuah hotel di Hong Kong pada Januari 2017.
The Times melaporkan bahwa Xiao diduga dipenjara dan pemerintah kemudian menyita sebagian dari perusahaannya, yakni Tomorrow Group.
Regulator menuduh Xiao dan taipan lainnya mengambil calon investor dari pasar saham China.
Sementara itu, pengusaha Hong Kong yang memiliki surat kabar Apple Daily dan Next Magazine Jimmy Lai mengalami pengalaman pahit.
Dia yang merupakan pengkritik pemerintah China dijatuhi hukuman penjara karena tuduhan berkongsi dengan pihak asing.
Lai juga dituduh telah melanggar UU Keamanan Nasional yang baru berlaku di Hong Kong.
Bukan hanya pebisnis yang dijerat akibat tindakan atau kritikan tajamnya terhadap pemerintah China.
Meng Hongwei, mantan kepala Interpol, dilaporkan menghilang pada September 2018 dalam perjalanan ke China dari Prancis.
Menurut laporan BBC dan Business Insider, Januari lalu, China menghukum Meng dengan hukungan 13 tahun dan 6 bulan penjara atas tuduhan penyuapan.
Istri Meng, yang pertama kali melaporkan suaminya hilang, mengatakan kepada The Guardian pada tahun 2018 bahwa suaminya tidak bersalah dan penahanannya pemerintah bermotif politik.
"Ini bukan keadilan," katanya.
"Saya pikir kampanye anti-korupsi di China telah dirusak. Ini telah menjadi cara menyerang orang-orang yang menjadi musuh Anda," tambah istri Meng.