Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja ekspor Indonesia dinilai tidak akan cukup mengerek pertumbuhan ekonomi pada 2021 lantaran kontribusinya yang masih rendah terhadap total produk domestik bruto (PDB).
Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan bahwa sumbangan ekspor terhadap PDB Indonesia terbilang rendah dibandingkan dengan negara anggota Asean lainnya.
Data Bank Dunia menunjukkan kontribusi ekspor barang dan jasa Indonesia dalam lima tahun terakhir cenderung turun dari 21,16 persen pada 2015 menjadi 18,40 persen pada 2019. Kondisi ini kontras dengan kontribusi ekspor Vietnam yang naik drastis dari 89,77 persen pada 2015 menjadi 106,79 persen pada 2019. Persentase kontribusi ekspor Indonesia terhadap PDB bahkan berada di bawah Filipina yang mencapai 28,34 persen pada 2019 meski memperlihatkan tren penurunan serupa.
“Memang menjadi sumber pertumbuhan tetapi perlu diingat bahwa Indonesia tidak terlalu tergantung pada ekspor. Kemungkinan sampai tahun depan pada masa pemulihan, ekspor pun belum bisa jadi andalan. Makanya negara yang mengandalkan ekspor juga masih mengalami kesulitan,” kata Yose saat dihubungi, Minggu (27/12/2020).
Yose pun memberi catatan bahwa aktivitas ekspor Indonesia tidak bisa lepas dari kegiatan impor karena lebih dari 70 persen produk yang diimpor merupakan bahan baku atau penolong. Dia berpendapat impor untuk golongan barang ini perlu dijamin demi menjaga kinerja ekspor.
“Pemerintah mengampanyekan untuk memperbanyak menggunakan produk dalam negeri. Seperti itu tidak apa. Namun jangan sampai merestriksi bahan baku untuk produksi dan ekspor. Jika demikian justru ekspor bisa tercekik dan tidak bisa naik,” lanjutnya.
Baca Juga
Yose mengatakan besarnya impor bahan baku atau penolong dalam struktur impor nasional merupakan bukti pentingnya impor untuk aktivitas industri Tanah Air, baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Hal ini setidaknya terlihat pada neraca dagang Januari-November 2020 yang mencatatkan surplus, namun banyak dipengaruhi oleh penurunan yang lebih dalam pada impor. Impor bahan baku atau penolong tercatat turun 19,78 persen secara tahunan, sementara impor barang modal turun 18,61 persen.
“Neraca dagang sudah positif, namun PR selanjutnya adalah bagaimana surplus terjadi dengan ekspor yang naik. Bukan karena impor turun,” kata dia.
Dia menjelaskan salah satu upaya untuk menjamin ekspor tetap naik adalah dengan menjaga daya saing produk Indonesia melalui aktivitas produksi yang efisien. Salah satu cara untuk mencapai efisiensi, kata Yose, adalah dengan memastikan akses bahan baku tidak dipersulit.