Bisnis.com, JAKARTA - Kelangkaan kontainer kosong bagi eksportir dapat mempengaruhi laju perbaikan kinerja industri pelayaran pada 2021. Pasalnya, kelangkaan ini diprediksi terus berlanjut mengikuti tren perdagangan dunia.
Pakar Maritim ITS Surabaya Raja Oloan Saut Gurning menuturkan container shortage atau kekurangan kontainer ini dapat mengurangi laju pemulihan sektor pelayaran.
"Saya pikir bisa saja terjadi, ketika kekurangan kontainer ini dapat mengurangi laju balik dari usaha pelayaran. Namun, persoalan container shortage sepertinya akan terus terjadi, baik aliran perdagangan pada 2021 meningkat atau tidak," katanya kepada Bisnis, Senin (14/12/2020).
Dia menjelaskan, kekurangan kontainer dapat berlanjut pada 2021 karena persoalan-persoalan mendasar ketidakseimbangan perdagangan selalu menjadi faktor fundamental yang sudah lama belum terpecahkan.
Oleh karena itu, terang Saut, faktor utama yang menentukan semakin baiknya geliat industri pelayaran nasional pada 2021 sangat dipengaruhi oleh faktor penguatan ekonomi dan perdagangan lewat laut atau seaborne trade pada tahun-tahun mendatang.
"Terkait ketidakseimbangan level ketersediaan kontainer atau container shortage memang semakin kuat menggejala dimana-mana. Ini biasanya akibat permintaan ekspor jauh lebih dari besaran permintaan importasi; dan juga volume kontainer kosong yang dilepas [empty release movement] dari kontainer masih lebih besar dari baliknya kontainer kosong [empty return]," urainya.
Baca Juga
Saut menjelaskan, biasanya pelaku usaha pelayaran akan melakukan reposisi kontainer dari wilayah yang ketersediaannya kontainer tinggi ke wilayah yang rendah, termasuk yang terjadi di Indonesia, baik reposisi kontainer internasional maupun domestiknya.
"Ada yang menentukan biaya reposisi murah atau bersaing dan ada juga yang menambahkannya ke dalam biaya angkut [freight] pengiriman. Intinya memindahkan kontainer dari wilayah surplus ke daerah defisit," ujarnya.
Cara lain yang juga dapat dilakukan dengan slot sharing antara pemilik barang atau antar perusahaan pelayaran yang kesulitan mendapatkan kontainer kosong.
Opsi lainnya, dengan pilihan penggunaan ukuran kontainer yang berbeda. Walau pilihan ini tidak nyaman bagi pemilik barang.
"Intinya kolaborasi mungkin perlu menjadi aksi produktif antarperusahaan pelayaran baik utk aktivitas transportasi dan distribusi di darat. Juga dengan terminal dan operator depo yang juga tentu kolaborasinya melibatkan pemilik barang langsung," imbuhnya.