Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo Bicara Dampak Perluasan Perjanjian Dagang Asean-Jepang

Wakil Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani berpendapat soal dampak ekomi yang didapatkan terkait dengan perluasan Asean-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani (kiri) bersama dengan Wakil Ketua Umum Shinta Widjaja Kamdani saat Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) APINDO 2020 yang dilakukan secara virtual di Jakarta, Rabu (12/8/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani (kiri) bersama dengan Wakil Ketua Umum Shinta Widjaja Kamdani saat Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) APINDO 2020 yang dilakukan secara virtual di Jakarta, Rabu (12/8/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha menilai perluasan kesepakatan dalam Asean-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) yang mencakup perdagangan jasa, investasi, dan pergerakan manusia tidak hanya akan mendorong ekspor sektor jasa. Namun terdapat efek ekonomi yang lebih besar.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai pergerakan orang atau fasilitas terhadap tenaga kerja terlatih dari Jepang ke Indonesia akan menciptakan aktivitas perdagangan, investasi, dan peluang alih teknologi dan keterampilan.

“Secara sirkular hal ini akan meningkatkan kualitas SDM nasional dan daya saing berbagai sektor ekonomi di Indonesia, khususnya di sektor jasa dan manufaktur,” kata Shinta saat dihubungi, Selasa (8/12/2020).

Shinta pun mengemukakan pembukaan akses perdagangan jasa dan investasi dalam protokol amandemen AJCEP akan memberikan kepastian lebih tinggi bagi iklim usaha dan investasi di dalam negeri. Dengan demikian, aliran investasi dari Jepang diharapkan bisa lebih tinggi dalam jangka pendek meskipun Undang-Undang Cipta Kerja belum diimplementasikan.

“Bila potensi ini digabungkan dengan reformasi yang serius untuk meningkatkan efisiensi iklim usaha dan upaya yang serius untuk membenahi SDM dan standar jasa nasional agar lebih berdaya saing di dalam negeri, efek ekonominya akan jauh lebih besar lagi,” lanjutnya.

Shinta menyebutkan bahwa sektor jasa Indonesia sejatinya dalam kondisi tidak seimbang karena pasokan yang sedikit sedangkan permintaannya cenderung tinggi. Hal inilah yang menyebabkan neraca perdagangan jasa antara Indonesia dan Jepang berada dalam kondisi defisit.

Di sisi lain, sektor jasa yang bersaing di level internasional cenderung terbatas. Shinta mencatat hanya jasa pariwisata dan perjalanan, bisnis, konstruksi, dan komunikasi yang telah masuk ke level global. Sementara sektor jasa lain cenderung belum berdaya saing akibat masalah ketersediaan tenaga kerja terampil, rendahnya standar jasa di tingkat nasional, dan juga dominasi BUMN di sektor jasa tertentu.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menyebutkan terdapat sejumlah sektor jasa yang berpeluang bisa meningkatkan ekspornya usai akses ke Jepang makin terbuka.

“Banyak sekali sektor jasa yang masih bisa ditingkatkan ekspornya. Mulai dari pariwisata, pendidikan, kesehatan, logistik, dan transportasi laut maupun udara,” kata Benny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper