Bisnis.com, JAKARTA – PT Asia Pacific Fiber Tbk. (APF) menyatakan kuartal I/2021 akan menjadi momentum baik bagi perseroan. Pasalnya, volume serat dan benang impor ke dalam negeri akan terhambat karena kondisi kelangkaan kontainer.
Head of Corporate Communication APF Prama Yudha Amdan mengatakan performa perseroan baru akan kembali pada kuartal I/2020. Oleh karena itu, Prama tidak terlalu mengkhawatirkan proyeksi terurainya penumpukan kontainer di Singapura pada Maret 2021.
"Sequence [industri] tekstil relatif lambat [pada kuartal I] karena post-christmas dan libur Imlek. Jadi, sebetulnya pemulihan kuartal I/2020 itu bagus karena belum sibuk [perdagangan tekstil]," katanya kepada Bisnis, Kamis (3/12/2020).
Di samping itu, Prama berujar pihaknya juga akan berusaha menguasai pasar Lebaran yang biasanya diisi oleh produk impor. Pasalnya, selain menghambat proses ekspor, kelangkaan kontainer juga mempersulit masuknya produk impor ke dalam negeri.
Prama menyatakan saat ini sebagian pabrikan hilir TPT sudah mulai mengonsumsi produk lokal. Dengan kata lain, pangsa pasar APF di dalam negeri meningkat karena minimnya bahan baku TPT impor di dalam negeri.
Pasalnya, kelangkaan kontainer tersebut membuat biaya logistik produk impor naik 100-200 persen dari kondisi normal. Meskipun begitu, Prama berharap penguraian penumpukan tersebut dapat benar-benar terjadi pada kuartal I/2021.
Baca Juga
"Kalau perbaikan [penumpukan kontainer] berlanjut ke kuartal II/2021 kami repot, karena pada kuartal II/2021 buyer internasional akan mulai kembali memesan produk," ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Rakhman menilai proteksi pasar dalam negeri menjadi jalan satu-satunya untuk mengungkit utilisasi industri TPT nasional. Dengan kata lain, menurutnya, pengesahan safeguard produk garmen harus dilakukan setidaknya pada Januari 2021.
Rizal berpendapat hal tersebut akan membantu pabrikan untuk menikmati pasar Lebaran 2021 pada Mei 2021. "Kepastian proteksi dalam negeri untuk garmen belum ada. Kalau digempur juga, pabrik tidak berani spekulasi."