Bisnis.com, JAKARTA - Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia per November 2020 melonjak ke level 50,6. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengapresiasi keuletan sektor manufaktur dan mampu menangkap peluang rebound dengan dukungan pemerintah.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan pihaknya akan terus mendorong implementasi kebijakan strategis untuk pemulihan industri nasional. Sigit menilai pembukaan kembali jalur produksi dapat memacu penjualan dan volume produksi.
"Ini merupakan kabar gembira dari sektor industri. Kenaikan PMI merupakan indikasi ekonomi, khususnya sektor industri, mulai ekspansi menjelang akhir tahun dengan indeks di atas 50,0," katanya dalam keterangan resmi, Selasa (1/12/2020).
Seperti diketahui, PMI Indonesia naik hampir 3 indeks dari posisi Oktober 2020 di level 47,8. Dengan kata lain, PMI Indonesia telah menembus level 50,0 sebanyak dua kali selama pandemi, yakni Agustus dan November.
Per Agustus, angka PMI nasional berada di level 50,8 atau naik 390 basis poin (bps) dari realisasi Juli 2020 di level 46,9. Secara tahunan, realisasi PMI Agustus 2020 naik 180 bps dari posisi Agustus 2019 di level 49,0.
"Kami berupaya mempertahankan posisi ekspansi, bahkan meningkatkan angkanya pada tahun depan seiring dengan program vaksinasi dari pemerintah," katanya.
Baca Juga
Sigit menilai sektor manufaktur nasional saat ini masih memerlukan pendalaman struktur dan kemandirian bahan baku. Oleh karena itu, Sigit menyatakan salah satu fokus utama Kemenperin pada 2021 adalah menjalankan progarm substitusi impor.
Sigit mendata sektor manufaktur pada tahun ini akan tumbuh negatif sekitar 2,22 persen. Namun demikian, Sigit optimistis sektor manufaktur dapa tumbuh hingga 3,95 persen pada 2021.
Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw mengatakan perpindahan ke PSBB transisi juga memberikan dorongan bagi sektor manufaktur Indonesia pada pertengahan kuartal keempat.
"Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh kenaikan rekor tertinggi produksi di tengah laporan meluas tentang pembukaan kembali pabrik dan peningkatan permintaan," katanya dalam keterangan resmi.
Meski demikian, kenaikan yang masih lemah pada penjualan dan penurunan lebih lanjut pada produksi menunjukkan bahwa ekspansi pabrikan hanya untuk sebatas menyelesaikan pesanan yang sudah ada sebelumnya.
Perusahaan dinilai tetap enggan untuk berinvestasi pada kapasitas dan inventaris baru, dengan ketenagakerjaan pabrik dan aktivitas pembelian keduanya mengalami kontraksi pada tingkat solid.
Adapun data survei menunjukkan pertumbuhan pesanan di antara konsumen dan produsen barang investasi, sementara pembuat barang setengah jadi melaporkan penurunan lebih lanjut dalam penjualan.