Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kembangkan Destinasi Super Prioritas, Pilihan Pemerintah Tak Banyak

Pelaku usaha pariwisata menilai ancaman kehilangan pekerjaan bagi pekerja di sektor pariwisata selama pandemi tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerja dari proyek pengembangan tersebut.
Seniman menghibur wisatawan di atas kapal Sea Safari Cruise 9 yang berlayar di perairan Benoa, Bali./Antara-Fikri Yusuf
Seniman menghibur wisatawan di atas kapal Sea Safari Cruise 9 yang berlayar di perairan Benoa, Bali./Antara-Fikri Yusuf

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai memiliki keterbatasan pilihan dalam mengembangkan destinasi wisata super prioritas.

Pilihannya adalah menghabiskan energi untuk pengembangan destinasi baru atau menyelamatkan destinasi pariwisata existing.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan pemerintah mesti menentukan prioritas yang tepat untuk menghindari risiko efek domino di industri pariwisata Tanah Air, terutama jika destinasi-destinasi wisata yang sudah ada tidak diselamatkan.

"Pemerintah punya keterbatasan. Dalam kondisi seperti saat ini, pilihannya adalah mengembangkan destinasi wisata super prioritas, atau menyelamatkan yang ada. Harusnya [pemerintah] menyelamatkan yang ada. Kalau tidak domino efeknya akan panjang," kata Maulana kepada Bisnis.com, Jumat (27/11/2020).

Dia menilai pemerintah harus memprioritaskan upaya penyelamatan pelaku industri di destinasi wisata yang sudah ada. Upaya tersebut vital, mengingat ada ancaman kehilangan pekerjaan bagi pekerja di sektor pariwisata selama pandemi berlangsung yang tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerja dari proyek pengembangan tersebut.

Sebagai informasi, dalam pemaparan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas), Jumat (27/11/2020), proyek Mandalika diperkirakan menyerap sekitar 17.000 tenaga kerja.

Sementara dari pengembangan destinasi wisata di Likupang, jumlah penyerapan tenaga kerja diperkirakan berjumlah 65.300 orang sampai dengan 2040.

Maulana menambahkan penyelamatan industri pariwisata yang sudah ada pun tidak akan berjalan dengan mudah karena turunnya permintaan sebagai akibat dari penerapan social distancing.

"Otomatis kalau permintaan turun, keperluan terhadap tenaga kerja akan ikut turun. Makanya, fokus ke penyelematan industrinya dulu. Pengembangan destinasi wisata harus di-pending. Kalau diteruskan akan sia-sia," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper