Bisnis.com, JAKARTA - Greenpeace menyoroti risiko perusakan ekosistem akibat pengembangan bisnis pariwisata yang berlebihan.
Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Tata Mustasya mengungkapkan Ekonomi tidak bisa berjalan tanpa daya dukung alam. People, profit, planet harus berjalan bersama.
"Mengacu pada hal itu, pengembangan bisnis pariwisata yang merusak ekosistem seperti yang terjadi di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur perlu mendapatkan perhatian serius," kata Tata dalam siaran pers, Kamis (13/11/2020).
Menurutnya, pariwisata harus bersandar pada nilai lokal dengan mengacu pada sosial budaya setempat, sehingga akan menghasilkan nilai ekonomi yang berkelanjutan.
“Jangan hanya bersandar pada kepentingan pemilik modal, dengan paradigma untung sesaat dan sebesar-besarnya yang berakhir pada kegiatan eksploitatif."
Pasalnya, dia melihat model pembangunan seperti ini akan gagal karena orientasi keuntungan terlepas dari kesejahteraan bersama dan kelestarian lingkungan.
Baca Juga
Mengacu krisis ekonomi 2008, dia mengungkapkan ada tiga hal yang bisa dipelajari dan diaplikasikan sebagai respons krisis pandemi Covid-19.
Pertama, stimulus jangka pendek untuk membangkitkan ekonomi dapat dan perlu dilakukan serentak dengan transformasi menuju ekonomi yang berkelanjutan (build back better & greener) seperti telah dilakukan banyak negara di Asia Timur dan Eropa.
Kedua, kebijakan jangka menengah dan panjang untuk pemulihan hijau (green recovery) harus aplikatif dan terjangkau dengan fokus pada energi terbarukan dan transportasi publik serta dilakukan multiyears (tidak hanya pada tahun krisis).
Ketiga, komitmen untuk transformasi menuju ekonomi rendah karbon harus terintegrasi dengan strategi reindustrialisasi dan investasi.