Bisnis.com, JAKARTA — Terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat Ke-46 dinilai belum berdampak besar terhadap arah kebijakan industri energi fosil, khususnya minyak dan gas bumi.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat bahwa pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) masih membutuhkan waktu.
Selain itu, pasar minyak dunia banyak dipengaruhi oleh pasokan dan permintaan sehingga arah kebijakan Joe Biden pada EBT akan memberi dampak, tapi belum begitu besar.
Menurutnya, industri migas di Negeri Paman Sam itu turut berpengaruh besar terhadap kondisi politik. Pembatasan energi fosil di Amerika Serikat dinilai akan menimbulkan banyak perdebatan.
"Joe Biden juga tidak akan langsung memangkas indutri migas mengingat banyak perusahaan migas besar berasal dari Amerika Serikat. Jadi, dia akan berpikir hati-hati juga," katanya kepada Bisnis, Selasa (10/11/2020).
Untuk di dalam negeri, Mamit menjelaskan bahwa terpilihnya Joe Biden belum memberi dampak yang cukup signifikan mengingat keseriusan Indonesia dalam mengembangkan EBT belum cukup maksimal.
Baca Juga
Ketergatungan Indonesia akan energi fosil masih sangat kuat, baik dari sisi penerimaan negara maupun dari sisi konsumsi. Pendapatan negara bukan pajak Indonesia dari sektor migas dan minerba terutama batu bara sangat besar.
"Konsumsi kita sangat besar, bahkan impor makin meningkat. Di sisi lain, pengembangan EBT bisa dikatakan stagnan. Pembuatan UU EBT masih dalam proses sehingga iklim invesatasi belum berkembang," ungkapnya.