Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemilu AS, IISIA : Dampaknya Tidak Signifikan

Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan terpilihnya Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat ke-46 belum akan berdampak signifikan pada industri baja nasional.
Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan terpilihnya Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat ke-46 belum akan berdampak signifikan pada industri baja nasional.

Ketua Umum IISIA Silmy Karim menilai tidak melihat akan ada perbedaan yang signifikan dalam kepemimpinan Presiden Terpilih Biden pada industri baja nasional. Pasalnya, perbaikan dari dampak perang dagang China-Amerika Serikat membutuhkan waktu lama melihat kondisi saat ini.

"Sampai 2023 dunia masih sibuk urus [dampak pandemi] Covid-19 dan recovery-nya. Walaupun kami tahu bahwa presiden dari [partai] Demokrat dan Republik itu beda kebijakan atau pendekatan, ini ada efek Covid-19 di awal kepemimpinan Biden," ucapnya kepada Bisnis, Senin (9/11/2020).

Seperti diketahui, sebagian pelaku industri menilai terpilihnya Biden akan meredakan eskalasi perang dagang China-Amerika Serikat. Alhasil, impor produk China yang merangsek ke Asia Tenggara, khususnya Indonesia, akan mereda karena akan kembali diserap oleh Amerika Serikat.

Namun demikian, saat ini setiap kepala negara masih akan memproteksi kepentingan masing-masing negara karena pandemi Covid-19. Silmy menilai volume baja impor dari Negeri Tirai Bambu akan mereda, namun belum kembali ke posisi pra perang dagang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mendata volume baja impor yang tergabung dalam Pos Tarif 72 dan 73 dari China selalu berkontribusi lebih dari 20 persen sejak 2016. Adapun, kontribusi terbesar kontribusi baja dari Negeri Panda terjadi pada 2016, yakni mencapai 43,96 persen atau 6,3 juta ton.

Pada Januari-September 2020, volume baja impor dari China mencapai 1,87 juta ton atau 20,33 persen dari total volume baja impor. Adapun, angka tersebut merosot 35,8 persen dari periode yang tahun lalu yakni 2,92 juta ton.

"Kita mesti perbaiki terus angka impor melalui pengendalian izin impor," ujar Silmy.

Di sisi lain, laju pertumbuhan lapangan usaha industri logam dasar tercatat tumbuh positif secara tahunan selama 9 bulan pertama 2020. Adapun, industri logam dasar tumbuh 5,19 persen pada kuartal III/2020.

Secara kumulatif, industri logam dasar tumbuh 4,01 persen secara tahunan pada Januari-September 2020. Silmy meramalkan laju pertumbuhan lapangan usaha industri baja pada kuartal IV/2020 akan lebih baik dari kuartal III/2020.

"Permintaan baja kuartal IV/2020 perkiraan saya lebih baik dibandingkan kuartal III/2020. [Namun demikian,] jika dibandingkan kuartal IV/2019 masih di kisaran 70-90 persen," katanya.

Dengan kata lain, permintaan baja pada kuartal IV/2020 akan turun sekitar 10-30 persen secara tahunan. Menurutnya, perbaikan tersebut didorong oleh konsumen yang telah beradaptasi dengan pandemi Covid-19.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper