Bisnis.com, JAKARTA - Para investor tampaknya harus lebih sabar menanti vaksin corona sebagai obat ekonomi global pada 2021. Pasalnya, para ilmuwan menyatakan butuh waktu yang lebih panjang dan banyak tantangan ke depan.
Saat sejumlah pabrikan farmasi mencatatkan perkembangan dalam proses penemuan vaksin, timbul pertanyaan, seberapa efektifkah vaksin gelombang pertama nanti? Bagaimana cara mendistribusikan kepada lebih dari 7 miliar orang dan berapa banyak yang setuju disuntik vaksin?
Pertumbuhan ekonomi global bergantung pada jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas seiring dengan pandemi dan pembatasan pemerintah masih berlanjut, berdampak pada kehidupan sehari-hari dan kegiatan perdagangan dunia.
Bahkan, jika imunisasi nanti sukses, tak berarti sektor ekonomi bakal langsung pulih dalam waktu singkat, kata Chris Chapman, seorang manajer investasi di Manulife Investment, yang mengelola dana lebih dari US$660 miliar.
"Butuh lebih dari satu tahun untuk kembali ke tren pertumbuhan sebelum Covid-19. Waktu pemulihan bakal delay, tetapi masih ada harapan untuk vaksin tahun depan," ujarnya dilansir Bloomberg, Minggu (25/10/2020).
Beberapa dekade terakhir, ekonomi global bertumpu pada kebijakan bank sentral dan menteri keuangan untuk keluar dari krisis, dengan anggapan jika memompa uang dalam jumlah yang tepat ke sistem ekonomi, pemulihan akan segera mengikuti.
Seorang pekerja melakukan pemeriksaan kualitas di fasilitas pengemasan produsen vaksin China, Sinovac Biotech, yang mengembangkan vaksin untuk mengatasi Covid-19, dalam tur media yang diorganisir pemerintah di Beijing, China, 24 September 2020./Antara-Reuters
Krisis kali ini berbeda karena pemulihan ekonomi menaruh harapan kepada para ilmuwan dan keberhasilan uji coba vaksin, sama seperti harapan kepada stimulus fiskal yang digelontorkan negara adidaya, Amerika Serikat, China, maupun negara-negara Uni Eropa. Semakin lama vaksin ditemukan, semakin lemah pula ekspansi ekonomi.
Bisa dipastikan, para ilmuwan belum bisa membuat terobosan dalam waktu dekat. Kalaupun penduduk yang diimunisasi hanya dalam jumlah kecil pun, misalnya tenaga kesehatan dan yang paling rentan, bisa membuat perubahan besar dalam aktivitas sehari-hari.
Nantinya, dana yang disimpan oleh sektor rumah tangga dan pengusaha pada tahun ini, bisa digunakan pada tahun depan.
Pabrikan farmasi global Pfizer Inc. menyatakan pada bulan ini bahwa mereka sedang mengajukan izin penggunaan darurat vaksin ke pemerintah AS, yang diperkirakan keluar pada akhir November. Perusahaan ini menggandeng partner dari Jerman BioNTech SE dalam pengembangan vaksin.
Moderna, produsen farmasi lainnya yang juga mengembangkan vaksin, sedang mencari kemungkinan izin darurat pada tahun ini apabila ada hasil positif dari uji coba bulan depan.
Strategi Penyeimbang
"Ada sedikit peluang akhir tahun ini, vaksin akan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk melindungi kelompok masyarakat paling rentan," kata Neil Ferguson, seorang epidemiologis di Imperial College London, yang juga mantan penasehat Pemerintah Inggris terkait penanggulangan Covid-19.
Namun, dia menambahkan, hingga saat itu tiba, kehidupan akan berada dalam periode penyeimbangan antara membuka kembali aktivitas publik dan menekan laju penularan virus.
Tantangan ilmiah yang muncul juga bisa menghambat perkembangan vaksin. Johnson & Johnson, misalnya, menghentikan uji klinis vaksin Covid-19 pada bulan ini setelah seorang relawan jatuh sakit.
Uji kandidat vaksin Covid-19. /Jhonson & Jhonson
Hal tersebut berlangsung beberapa minggu setelah AstraZeneca Plc dan Universitas Oxford menghentikan penelitian dengan alasan yang sama. Pada Jumat lalu, kedua perusahaan mengumumkan rencana untuk melanjutkan uji coba mereka di AS.
Tindakan efektif untuk membantu pemulihan ekonomi juga belum jelas. Hasil percobaan yang mengecewakan pada bulan ini juga terlihat dari penggunaan remdesivir buatan Gilead Science Inc.
Dari situ menunjukkan antivirus tak mampu menyelamatkan para pasien Covid-19, terlepas Presiden AS Donald Trump yang melontarkan pujian terkait manfaatnya. Otoritas AS pun memberikan izin remdesivir digunakan pada minggu ini.
Bahkan, kalaupun vaksin yang ampuh telah ditemukan, masalah distribusi masih membayangi. Dengan demikian, pola kerja, perjalanan, dan pariwisata akan tetap menantang.
Semua itu menimbulkan masalah bagi pertumbuhan global, bahkan saat data di AS dan kawasan Eropa diperkirakan mulai pulih pada kuartal ketiga dan tidak separah yang dibayangkan.
"Virus corona telah menciptakan ketidakpastian sampai-sampai memperkirakan itu menjadi sangat berbahaya," ujar mantan Gubernur Bank Sentral AS Alan Greenspan kepada Bloomberg TV minggu lalu.
Tekanan untuk mengakhiri pandemi muncul dari beberapa hal, seperti jumlah pengangguran yang naik, begitu pula dengan perusahaan yang bangkrut, target investasi yang meleset, deglobalisai, penurunan kesehatan mental, serta kenaikan kesenjangan.
Sebuah studi yang dirilis akhir-akhir ini menyatakan ekonomi AS akan mengalami efek merugikan yang besar dan terjadi terus menerus dalam jangka panjang.
"Krisis ini tidak mulai seperti krisis finansial, tapi berubah menjadi krisis ekonomi skala besar dengan konsekuensi keuangan yang sangat serius. Masih panjang jalan di depan," kata Kepala Ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart.
Di beberapa belahan dunia di mana virus ini ditekan cukup signifikan, para konsumen tetap berhati-hati. Penjualan di China, contohnya, baru saja menggeliat walaupun lockdown telah dibuka sejak beberapa bulan yang lalu.
Ada juga pertanyaan mengenai infeksi kembali. Para ilmuwan telah menemukan bahwa ada kemungkinan seseorang bisa terinfeksi Covid-19 lebih dari sekali dengan beberapa kasus yang terjadi secara global. Hal ini pun menjadi batu sandungan lainnya.
Terdapat kemungkinan tinggi bahwa virus corona, seperti flu, memerlukan suntikan vaksin secara rutin sebagai langkah pencegahan.
Ini berarti bisa membuat pemulihan ekonomi lebih lama dari perkiraaan, kata Graham Medley, seorang profesor di London School of Hygiene & Tropical Medicine, yang juga merupakan anggota penasihat Covid-19 Pemerintah Inggris.
"Jika infeksi kedua dan ketiga sama berbahayanya dengan yang pertama, dan kelompok yang mendapatkan vaksin paling awal tidak terlalu ampuh, maka ada kemungkinan Covid-19 akan terus menjadi aspek utama dari kehidupan sampai 2022,"katanya.