Bisnis.com, JAKARTA – Minimnya ketersediaan lapangan kerja serta rendahnya tingkat pendidikan menjadi penyebab utama tingginya angka tenaga kerja sektor informal dibandingkan dengan sektor formal di Indonesia.
Menurut Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Soes Hindharno, ketersediaan lapangan kerja yang minim di sektor formal membuat pencari kerja mau tidak mau melakukan downgrade ke pekerjaan di sektor informal.
"Jadi, bukan karena pelamar kerja ke sektor formal sedikit, tapi karena ketersediaan lapangan kerjanya yang terbatas sehingga mau tidak mau calon pekerja memilih sektor informal," Soes kepada Bisnis, Rabu (21/10/2020).
Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah angkatan kerja sektor informal di Indonesia hampir mencapai 71 juta orang atau sekitar 52 persen dari total 136 juta angkatan kerja.
Selain itu, lanjut Soes, tingkat pendidikan turut memengaruhi tingginya angka pekerja informal di Tanah Air. Menurut data BPS, pengangguran dengan tingkat pendidikan SD-SMA mencapai 4.290.226 atau sekitar 62 persen dari total penganggur.
Sementara itu, angkatan kerja RI yang tidak pernah bersekolah hingga tamatan SMA berjumlah 118.812.467 orang.
Baca Juga
"Tingkat pendidikan yang rendah serta tidak adanya kesesuaian keterampilan antara pencari kerja dan kualifikasi yang diperlukan perusahaan memicu rendahnya penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Akhirnya, mereka hanya terserap ke pekerjaan informal," lanjut Soes.
Selain itu, pemerintah telah memiliki hitung-hitungan terkait dengan upaya mengatasi angka pengangguran. Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) diharapkan menjadi katalisator dalam mengatasi masalah pengangguran di Tanah Air.
Menurut Soes, investasi yang masuk seiring dengan diimplementasikannya UU Ciptaker dalam beberapa waktu ke depan dapat mengakselerasi penyelesaian masalah pengangguran di Tanah Air.
Per 31 Juli 2020, data Kemenaker mengungkapkan jumlah total pekerja formal dan informal yang terdampak pandemi Covid-19 kurang lebih 3,5 juta secara nasional.
Sementara untuk data yang telah di-cleansing oleh Kemenaker dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, pekerja terdampak Covid-19 yang terdata secara by name by address mencapai 2,1 juta orang.
Setelah dilakukan pendataan lebih lanjut, ditemukan jumlah pekerja formal dan informal yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 1,1 juta orang. Dengan perincian 383.685 dari sektor formal dan 630.905 dari sektor informal.
Dia menambahkan, setiap tahun Indonesia memiliki beban pengangguran sebanyak 7,05 juta orang, pencari kerja dari dunia akademis sebanyak 2,5 - 3 juta, ditambah dengan pekerja terdampak Covid-19, baik yang dirumahkan ataupun di-PHK kurang lebih 3,5 juta.
"Artinya, pekerjaan rumah pemerintah pada 2020 ke depan adalah menyediakan lapangan kerja bagi 13,5 juta orang tersebut. Kondisi ini memerlukan adanya lapangan kerja baru. Berarti harus ada orang yang berusaha untuk menyerap tenaga kerja," kata Soes.
UU Ciptaker, lanjutnya, diharapkan mampu menjadi katalisator bagi terserapnya 13,5 juta pencari kerja di Indonesia secara bertahap. Secara tahunan, ujarnya, diharapkan dapat terserap sebanyak 3,5 juta angkatan kerja, sehingga dalam waktu 5 tahun Indonesia sudah tidak memiliki pengangguran.