Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha menilai bahwa perubahan komponen kebutuhan hidup layak yang menjadi dasar upah minimum seharusnya tak terlalu menjadi polemik karena sifatnya sebagai jaring pengaman pekerja.
Kalangan pekerja diharapkan agar dapat lebih mengedepankan perundingan bipartit untuk mencapai kesepakatan upah aktual.
“Upah minimum jangan dilihat sebagai dasar kesejahteraan pekerja. Upah minimum ini kan hanya untuk pekerja baru dengan pengalaman 0 tahun. Yang terpenting adalah upah faktual,” kata Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bob Azam kepada Bisnis, Selasa (20/10/2020).
Bob mengatakan bahwa upah faktual perlu didorong karena lahir dari perjanjian kerja bersama antara perusahaan dan pekerja. Selain itu, upah faktual pun lebih mencerminkan kondisi perusahaan sehingga bisa mendorong lahirnya upah lain seperti upah produktif dalam bentuk insentif dan bonus bagi pekerja.
Oleh karena ini, dia mengharapkan supaya pemerintah dapat meregulasi ketentuan kenaikan upah minimum pada perusahaan yang masih memperlihatkan kinerja positif lewat jalur bipartit. Sementara itu, untuk perusahaan yang terimbas Covid-19 tetap diperkenankan tak menaikkan upah minimum.
“Kemungkinan upah minimum 2021 akan sama jika perhitungan merujuk pada PP 78 Tahun 2015. Oleh karena itu, perundingan bipartit harus ditekankan karena kita kerap melupakannya. Perundingan inilah driver kenaikan upah faktual,” lanjut Bob.
Baca Juga
Dia mencatat bahwa pertumbuhan upah faktual di Indonesia cenderung lebih rendah dibandingkan dengan upah minimum. Dalam 2 tahun terakhir, rata-rata upah minimum Indonesia naik 8,03 persen dan 8,51 persen.