Bisnis.com, JAKARTA - Meski resesi Indonesia masih membayang, permintaan dan utilisasi industri baja nasional diklaim membaik pada kuartal III/2020 dibandingkan pada masa awal pandemi Covid-19. Namun, kekurangan bahan baku diproyeksi menjadi katalis utama penurunan utilisasi pada kuartal IV/2020.
Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) mendata bahwa kondisi industri logam dasar besi dan baja telah membaik ke level 41,32 per kuartal III/2020 dari posisi 27,81 per kuartal II/2020. Namun, angka tersebut diramalkan akan kembali turun ke posisi 39,81 pada kuartal IV/2020.
Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) mendata permintaan besi dan baja di dalam negeri telah mencapai 80 persen dari kondisi pra-pandemi Covid-19. Walau permintaan naik, transmisi ke utilisasi industri masih terbatas lantaran stok bahan baku yang tinggi akibat penurunan permintaan pada kuartal II/2020.
"Permintaan kuartal III/2020 jauh membaik walaupun belum 100 persen recovery. [Permintaan] ini kan otomatis merefleksikan utilisasi. Saya tidak mau angkan [angka utilisasi] karena angkanya tentu kecil," ujar Ketua Umum IISIA Silmy Karim kepada Bisnis, Rabu (14/10/2020).
Terpisah, Wakil Ketua Umum IISIA Ismail Mandry mencatat utilisasi industri besi dan baja nasional telah meningkat ke kisaran 50-60 persen per kuartal III/2020. Angka tersebut jauh membaik dari realisasi kuartal II/2020 di kisaran 30-40 persen.
Ismail berujar kenaikan utilisasi tersebut disebabkan oleh pergerakan proyek-proyek infrastruktur vital pemerintah. "Apa yang dikatakan Pak Silmy benar, [utilisasi industri] sedikit membaik."
Baca Juga
Walakin, Ismail meramalkan utilisasi pada kuartal IV/2020 berpotensi kembali ke posisi 30-40 persen. Menurutnya, katalis penurunan tersebut adalah terbatasnya bahan baku skrap baja di dalam negeri.
Ismail mendata bahan baku skrap di dalam negeri hanya mencakup 20-30 persen atau sekitar 1 juta ton dari total kebutuhan industri sekitar 5 juta ton per tahunnya. Adapun, kecilnya skrap baja di dalam negeri dipengaruhi oleh sistem penanganan sampah di dalam negeri dan karakteristik produk besi dan baja yang memiliki waktu pakai yang lama.
Ismail menyampaikan kesulitan ketersediaan bahan baku di dalam negeri juga didorong oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 58/2020 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Sebagai Bahan Baku Industri. Adapun, Ismail berujar pihaknya telah meminta permendag tersebut untuk direvisi setelah diundangkan pada 18 Juni 2020.
Selain itu, penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18/2020 tentan Pemanfaatan Limbah B3 tidak mengubah status quo terkait slag baja. "Saya tidak mengerti [kenapa pemerintah] bukan memudahkan [proses produksi], tapi dipersulit."