Bisnis.com, JAKARTA — Program co-firing biomassa pada pembangkit listrik batu bara terus didorong untuk mengejar target porsi bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Kasubdit Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Efendi Manurung mengatakan bahwa co-firing biomassa merupakan cara yang relatif cepat dan mudah dalam meningkatkan porsi bauran EBT dalam bauran energi nasional.
"Alternatif pengolahan sampah menjadi energi yang terjangkau karena tidak diperlukan investasi untuk membangun pembangkit listrik baru yang mana biaya capex dari pembangkit listrik baru sangat besar, dengan RDF [refused derived fuel] hanya memanfaatkan PLTU existing," ujar Efendi dalam FGD Nasional Co-firing Biomassa pada PLTU, Senin (12/10/2020).
Co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batu bara tanpa melakukan modifikasi yang signifikan.
Efendi menyebutkan bahwa terdapat 114 unit PLTU milik PT PLN (Persero) yang berpotensi dapat dilakukan co-firing biomassa. Pembangkit tersebut tersebar di 52 lokasi dengan total kapasitas 18.154 megawatt (MW).
Dengan campuran biomassa sebesar 1 persen pada PLTU berpotensi meningkatkan bauran EBT sebesar 0,18 persen. Jika penambahan biomassa dilakukan sebesar 3 persen atau 5 persen, potensi peningkatan bauran EBT bisa mencapai 0,54 persen hingga 0,9 persen.
Baca Juga
Bila komposisi campuran biomassa mencapai 10 persen, peningkatan baurannya bisa mencapai 1,79 persen.
Pemanfaatan co-firing masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain ketersediaan pasokan, harga, dan skema bisnis bahan baku, standardisasi bahan baku, pengoperasian, dan emisi juga belum tersedia.