Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selain Tarif Naik, Inilah Ancaman UU Cipta Kerja di Sektor Kelistrikan

UU Cipta Kerja berpotensi melanggar tafsir konstitusi, terutama dalam Subklaster Ketenagalistrikan.
Aktivitas warga dengan latar gardu induk PLN di kawasan Depok, Jawa Barat, Selasa (19/5/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Aktivitas warga dengan latar gardu induk PLN di kawasan Depok, Jawa Barat, Selasa (19/5/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Serikat buruh di sektor ketenagalistrikan meminta Omnibus Law Undang-Undang disingkat UU Cipta Kerja dibatalkan.

"Presiden harus mengambil sikap tegas untuk mengeluarkan perpu yang menunda pemberlakukan Omnibus Law UU Cipta Kerja sampai batas waktu yang tidak ditentukan," kata Ketua Umum PP Indonesia Power PS Kuncoro dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/10/2020).

Kuncoro menilai, UU Cipta Kerja berpotensi melanggar tafsir konstitusi, terutama dalam Subklaster Ketenagalistrikan. Sebab, putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015 tidak digunakan sebagai rujukan pada UU Cipta Kerja.

"Hal ini akan berujung pada kenaikan tarif listrik ke masyarakat," ujarnya.

Ancaman lainnya di sektor ketenagalistrikan adalah dihapuskannya peran DPR, yaitu hak dalam konsultasi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). Kuncoro mengatakan hal ini menyalahi prinsip check and balance.

Selain itu, dihapusakannya hak konsultasi RUKN dapat mengakibatkan aspirasi dan peran masyarakat tidak tersalurkan.

Dengan demikian, perencanaan-perancanaan ketenagalistrikan berpotensi hanya untuk kepentingan dan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.

RUKN juga berperan penting dalam penentuan harga listrik karena terkait dengan jenis energi primer yang digunakan pembangkit tenaga listrik.

Campur tangan para wakil tangan dalam kebijakan energi primer menjadi sangat penting dalam pembahasan RUKN.

"Pada ujungnya tarif listrik akan berdampak juga terhadap ekonomi masyarakat," ujarnya.

Ancaman berikutnya terkait masuknya Pasal 10 Ayat (2) tentang Unbundling sektor pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan. Juga Pasal 11 Ayat (1) yang memperbolehkan badan usaha swasta dalam penyediaan listrik.

Menurut Kuncoro, hal ini menyalahi keputusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015 bahwa ketentuan Pasal 10 dan 11 tidak memiliki kekuatan hukum.

Pertimbangan MK dalam putusan itu ialah Pasal 10 Ayat (2) dan Pasal 11 Ayat (1) menghilangkan fungsi kontrol negara dalam usaha penyediaan listrik untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital masyarakat Indonesia, dan hilangnya kedaulatan energi bagi negara.

"Karena itu, serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan meminta omnibus law yang sudah disahkan segera dibatalkan. Terlebih lagi, beleid ini ditolak oleh banyak elemen masyarakat," ujar Kuncoro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo.Co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper