Bisnis.com, JAKARTA -- Langkah antisipasi yang dilakukan pemerintah dalam membendung banjir impor produk dari China lewat pemberlakuan trade remedies dan menaikkan bea masuk dinilai terlalu keras dan tidak serta merta memberikan efek positif bagi industri dalam negeri.
Sebagai informasi, pemerintah berencana memberlakukan trade remedies serta menaikkan tarif bea masuk terhadap barang-barang dari China untuk mengantisipasi banjir produk impor dari Negeri Panda.
Menurut Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi, strategi tersebut justru berisiko menambah kelesuan industri dalam negeri yang dinilai perlu dihidupkan kembali setelah mati suri akibat dihantam pandemi Covid-19.
"Antisipasi pemerintah lewat trade remedies dan menaikkan tarif masuk menurut saya jangan langsung dihantam seperti itu, karena industri dalam negeri masih lesu. Kalau bea masuk mahal, akhirnya pelaku usaha tidak sanggup melakukan pembelian untuk keperluan industri. Akibatnya, industri tidak jalan, karyawan tidak kerja, dan daya beli masyarakat semakin lesu," ujar Subandio kepada Bisnis, Selasa (29/9/2020).
Menurut Subandi, langkah antisipasi yang dimiliki pemerintah dapat disesuaikan dengan keperluan industri dalam negeri. Dengan demikian, tidak terjadi pembatasan terhadap industri dalam negeri untuk berproduksi akibat pasokan bahan baku impor yang terbatas.
Terlebih, lanjutnya, bahan baku di industri Tanah Air saat ini masih didominasi oleh komoditas asal China, yakni mencapai 80 persen, terutama untuk komoditas besi bahan baku baja.
Baca Juga
Kemudian, untuk barang modal seperti mesin dan peralatan lain yang digunakan digunakan untuk menghasilkan produk, pelaku industri dalam negeri dianggap masih bergantung kepada China. Pasalnya, barang modal yang memiliki harga terjangkau bagi pelaku industri lokal berasal dari China.
Dia berharap pemerintah tidak menerapkan bea masuk yang tinggi untuk produk impor China untuk mengakomodasi keperluan industri dalam negeri yang belum berjalan secara maksimal.
"Tentu nanti secara perlahan silakan diatur secara ketat ketika pelaku usaha dalam negeri tidak kesulitan mendapatkan pasokan barang. Jangan nanti ujung-ujungnya yang dibebani adalah masyarakat. Sementara, daya beli lagi turun," ujarnya.
Adapun, upaya pemerintah untuk menahan banjir impor melalui kenaikan tarif bea masuk dinilai bakal meningkatkan biaya produksi dan harga jual, sehingga barang-barang yang dijual di pasaran tidak laku.
"Dengan demikian, nanti yang terhantam dua-duanya. Industri terhantam, masyarakat juga terhantam," kata Subandi.
Selain itu, pertumbuhan laba industri di China tidak serta merta membuat importir Tanah Air membeli produk China secara besar-besaran. Menurutnya, terdapat risiko tidak signifikannya dampak barang-barang impor tersebut terhadap perekonomian RI di tengah lesunya pasar.
Hanya saja, lanjut Subandi, ketika industri dalam negeri tidak mampu menyuplai keperluan barang baku atau barang modal untuk sektor industri, maka tidak ada pilihan lain yang bisa diambil selain impor.
"Satu hal yang juga harus diperhatikan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan; untuk bahan baku atau barang jadi yang diproduksi di Indonesia, apakah harganya bisa bersaing dengan produk dari China?"