Bisnis.com, JAKARTA - Skandal transaksi gelap yang melibatkan sejumlah perbankan di Indonesia, seperti yang terungkap dalam dokumen FinCen, sebenarnya bukan barang baru. Kuat dugaan praktik transaksi gelap tersebut terus berlangsung hingga saat ini.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengonfirmasi bahwa 'transaksi gelap' via sektor finansial, terutama perbankan dan pasar modal, masih sangat rawan. Pada saat pandemi, tingkat kerawanan ini bahkan naik berkali-kali lipat jika dibandingkan sebelum pandemi berlangsung.
Tengok saja, data transaksi keuangan mencurigakan pada Juni 2020, secara persentase jumlah transaksi mencurigakan via perbankan naik hingga 626,7 persen year on year atau dari 15 laporan menjadi 107 laporan.
Tren serupa juga terjadi di pasar modal, jika Juni tahun lalu lembaga intelijen negara ini sama sekali tak menemukan transaksi mencurigakan, khusus Juni tahun ini, PPATK telah mengidentifikasi 40 laporan transaksi mencurigakan di pasar modal.
Angka kenaikan transaksi mencurigakan di pasar modal semakin mencengangkan jika membandingkannya dengan data semester 1/2019. Data PPATK menunjukkan secara kumulatif, jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) semester 1/2020 melonjak sebanyak 2.090 persen atau dari 10 menjadi 219 LTKM. Sementara sektor perbankan pada periode yang sama naik 56,6 persen.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae sebelumnya menyampaikan bahwa secara keseluruhan LTKM yang diterima pada bulan Juni sebanyak 3.359 naik sebanyak 1.094 LTKM atau sekitar 67,4 persen dari penerimaan bulan Mei 2020 sebanyak 2.265 LTKM.
Baca Juga
"Itu data statistik laporan transaksi yang mencurigakan ya, belum tentu secara faktual akan menjadi kasus pidana ya," kata Dian kepada Bisnis belum lama ini.
Dian juga menyebut terkait dokumen FinCen yang diungkapkan ICIJ, PPATK akan menggunakan segala informasi yang berasal dari mana saja sebagai imput didalam melakukan analisis dan pemeriksaan.
"Kami tidak dapat melakukan konfirmasi terhadap informasi seperti ini kepada publik. Tapi kita memastikan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan," kata Dian kepada Bisnis, Selasa (22/9/2020).
Dian melanjutkan produk laporan dari PPATK merupakan laporan intelijen yang bersifat rahasia hanya digunakan untuk kepentingan penyelidikan atau penyidikan oleh aparat penegak hukum.
Adapun kerja sama PPATK dengan lembaga intelejen keuangan negara lain semakin ditingkatkan untuk menelusuri transaksi keuangan yang mencurigakan, dan penelusuran aset.
"Tapi itu semua bersifat sangat rahasia sesuai praktek intelijen keuangan internasional dan undang-undang yang berlaku," ujarnya.
Dalam catatan Bisnis, sepanjang 2013 - 2019 lembaga intelijen keuangan milik negara ini telah menyampaikan hasil analisis transaksi keuangan yang diduga terkait dengan tindak pidana.
Tindak pidana pajak memiliki nominal paling banyak dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Nilai penerimaan pajak dari hasil analisis tersebut mencapai Rp8,07 triliun. Angka ini jauh melampaui penerimaan dari pengungkapan kasus yang kemudian ditangani KPK yang hanya Rp790,89 miliar dan kepolisian di angka Rp161,2 miliar.
Adapun bocoran laporan transaksi janggal dari Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) menyebutkan ada 20 bank di Indonesia yang diduga menjadi tempat lalu lalang transaksi mencurigakan.
Bocoran laporan tersebut diperoleh Konsorsium Internasional Jurnalis Investigasi (ICIJ) dan Buzzfeed News. FinCEN sendiri merupakan lembaga intelijen keuangan di bawah Departemen Keuangan Amerika Serikat.
Dikutip dari laman ICIJ pada Selasa (22/9/2020), terdapat 496 transaksi yang diambil dari dokumen FinCEN yang menunjukkan transaksi janggal mengalir ke dan dari Indonesia senilai total US$504,66 juta atau setara Rp7,46 triliun. Secara rinci, uang yang masuk ke Indonesia senilai US persen218,50 juta, sedangkan yang ditransfer senilai US$286,16 juta.
Transaksi ini diproses melalui 4 bank yang berbasis di AS yang mengajukan laporan aktivitas mencurigakan kepada FinCEN. Yakni The Bank of New York Mellon Corp sebanyak 312 transaksi, Deutsche Bank AG sebanyak 49 transaksi, Standard Chartered Plc sebanyak 116 transaksi, dan JP Morgan Chase & Co sebanyak 19 transaksi.
Tercatat ada 19 bank di Indonesia, baik swasta maupun pemerintah, yang diduga menjadi tempat lalu lalang transaksi mencurigakan. Terdapat dua nama bank pelat merah yang terekam dalam transaksi janggal tersebut.
Jika dirinci sejumlah bank yang dilaporkan terekam dalam transaksi janggal itu yakni Bank DBS Indonesia, Bank Mandiri, Bank Windu Kentjana International, Hongkong Shanghai Banking Corp, Bank Central Asia.
Selanjutnya, ada Bank CIMB Niaga, Bank Negara Indonesia, Panin Bank, Bank Nusantara Parahyangan, Bank of India Indonesia, Bank OCBC NISP. Berikutnya, Bank Danamon Indonesia, Bank Commonwealth, Bank UOB Indonesia, Bank ICBC Indonesia. Selanjutnya, Chinatrust Indonesia, Standard Chartered Bank, Bank International Indonesia, Citibank NA.