Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia mendorong diaturnya badan khusus pengelola energi baru terbarukan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan.
Ketua Umum METI Surya Darma mengatakan bahwa setidaknya terdapat tujuh poin yang minimal harus diatur dalam RUU Energi Baru Terbarukan (EBT).
Pertama, perlu adanya muatan agar penyediaan EBT mendapat prioritas oleh pemerintah untuk memenuhi target pencapaian sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional.
Kedua, harus memuat adanya paham yang mengatur standar portofolio EBT, agar pengembangan EBT mendapatkan kepastian dalam tataran yang sama dalam level of playing field.
Kemudian, ketiga, harus memuat adanya sertifikat EBT bagi setiap pengembangan EBT dan dapat dipergunakan sebagai pengganti yang diberikan kepada pengembang energi fosil yang tidak mengembangkan EBT.
"[Keempat], perlu adanya pasal yang mengatur mengenai harga energi terbarukan agar ada kepastian dalam investasi serta memastikan pola pengembalian terhadap dana investasi pada EBT," ujar Surya dalam sebuah diskusi, Jumat (11/9/2020).
Baca Juga
Selanjutnya, kelima, perlu adanya pasal yang mengatur insentif EBT sebagai bentuk dukungan untuk memberikan daya tarik investasi EBT. Selain itu, keenam, juga perlu ada pasal tentang dana EBT yang mencakup sumber dan rencana penggunaannya.
Ketujuh, poin yang tak kalah penting untuk didorong adalah mengenai pengaturan badan khusus pengelola EBT sebagai badan yang bertanggung jawab memiliki otoritas yang jelas dalam mengelola, memiliki kewenangan pengelolaan dana EBT, dan lain-lain.
"Unsur yang lain sudah masuk dalam draf RUU EBT, tetapi badan yang mengelola enam aspek lainnya belum dimasukkan. Diharapkan dalam pembahasan nanti ada yang mendorong badan pengelola ini dimasukkan," kata Surya.
Menurutnya, dalam pembahasan sebelumnya, DPR agak keberatan dengan usulan mengenai adanya badan khusus pengelola EBT. Hal ini disebabkan pemerintah tengah melakukan perampingan badan/lembaga dan tidak menginginkan dibentuknya sebuah badan/lembaga baru.
"Sebetulnya yang kami usulkan bukan badan baru, tetapi bisa saja diambil dari badan-badan yang sudah ada, seperti BPDP [Badan Pengelola Perkebunan Sawit], BPDLH [Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup], itu tidak perlu dipisah-pisah seperti sekarang tapi disatukan. Tupoksinya jadi ada fungsi-fungsi lain yang bisa mengatur soal dana EBT, sertifikat, dan lainnya," kata Surya.
Adapun, pembahasan RUU EBT ini telah dimasukkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Rencananya akan digelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait RUU EBT ini di DPR bersama sejumlah asosiasi di bidang EBT dan ketenagalistrikan.