Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menarik rem darurat dan menerapkan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dampak PSBB tersebut diperkirakan akan kembali menghantam ekonomi nasional.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa kebijakan ini membuka peluang terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Karena kalau kita lihat secara proporsi, DKI Jakarta ini merupakan salah satu provinsi dengan sumbamgan ekonomi relatif paling besar ke PDB nasional. Sekitar 17 persen,” katanya saat dihubungi, Kamis (10/9/2020).
Yusuf menjelaskan bahwa dengan kondisi seperti itu, maka keduanya akan saling berkaitan. Pada kuartal II/2020 contohnya, saat itu pertumbuhan di Ibu Kota minus sekitar 8 persen. Sementara itu, PDB Indonesia 5,32 persen.
PSBB tentu akan menanggung konsekuensi yang cukup besar. Walaupun periode kuartal III akan berakhir, Yusuf tetap yakin ekonomi masih negatif. Alasannya yaitu kebiasaan normal belum berdampak signifikan pada aktivitas dunia usaha.
Meski begitu, kebijakan yang dilakukan Anies menurut Yusuf memang harus dilakukan. Berkaca pada negara lain, apabila ingin mempercepat proses ekonomi, kesehatan yang harus diutamakan.
Akan sulit apabila memulihkan ekonomi tetapi kasus penambahan Covid-19 tidak bisa terbendung. Itulah dampak baik dan buruknya dari PSBB.
Baca Juga
Kebijakan pemerintah pusat dengan memberikan stimulus baik itu ke pekerja formal, informal, dan pelaku usaha skala mikro hingga besar sebenarnya sudah tepat. Perlindungan sosial ini bisa membantu permintaan di tengah kegiatan yang terbatas.
Dengan begitu, pemerintah bisa menekan penyebaran tanpa terlalu khawatir roda ekonomi tidak berputar. Momen ini juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan tes massal untuk melacak penyebaran Covid-19.
“Kalau di kuartal II ekonomi -5,32 persen, kami prediksi di kuartal III dengan bantuan dan program lainnya akan berada di -2 persen sampai -4 persen,” jelas Yusuf.