Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku usaha sektor pariwisata mengaku sudah tidak memiliki langkah antisipasi lagi jika kondisi ekonomi makin memburuk akibat pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Provinsi DKI Jakarta.
Bantuan dari pemerintah pun menjadi satu-satunya harapan pelaku usaha sektor pariwisata demi menyelamatkan pemasukan dan tenaga kerja yang berada di pinggir jurang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan tindakan tarik rem darurat PSBB bakal sangat berdampak bagi pelaku usaha sektor pariwisata, terutama restoran dan perhotelan.
Untuk restoran, PSBB dikatakan bakal mengurangi pendapatan perusahaan secara otomatis dampaknya bakal berlanjut ke pengurangan tenaga kerja. Dampak serupa diperkirakan juga bakal dialami oleh pelaku usaha sektor perhotelan.
"Dengan adanya PSBB, kegiatan-kegiatan di ballroom akan dibatasi. Otomatis, ruangan yang tadinya berisi 100 orang turun menjadi 50. Harganya pun juga akan naik karena konsumsi listrik tidak berubah," kata Maulana kepada Bisnis, Kamis (10/9/2020).
Oleh karena itu, tindakan tarik rem darurat tersebut juga mesti diiringi dengan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada pekerja di sektor pariwisata dengan data penduduk miskin yang telah diperbarui.
Perlu diketahui, tenaga kerja di sektor pariwisata bisa dibilang hanya menjadi penonton dari program subsidi gaji yang dijalankan pemerintah.
Terkait dengan program subsidi gaji, sektor pariwisata cuma jadi penonton. Pasalnya, aliran program tersebut ke pelaku usaha sektor pariwisata terhalang oleh syarat tunggakan pajak yang dibatasi hingga Juni 2020.
"Padahal, kami sudah tutup sejak Maret 2020. Bagaimana kami bisa bayar benefit perusahaan kalau pekerja saja tidak digaji? Kan enggak mungkin. Kebijakan pemerintah itu selalu mentok di syarat," keluhnya.
Selain bantuan tunai kepada pekerja, Maulana berharap pemerintah dapat menghilangkan pungutan sejumlah komponen pajak, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Reklame, sembari meneruskan relaksasi perbankan.
Adapun, pemerintah diminta untuk tidak lagi memberikan bantuan dalam bentuk modal kerja ataupun kredit perbankan. Pasalnya, pelaku usaha sektor pariwisata sudah enggan menambah utang perusahaan.
"Nanti, ketika 2022 mau bangkit lagi, utang sudah menumpuk dan aset akan disita semua sama bank. Sekarang hilangkan saja semua tagihan pajak, relaksasi perbankan diteruskan, dan tenaga kerja dibantu dengan subsidi," kata Maulana.
Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (Kadin) 19 Mei 2020, estimasi jumlah pekerja di sektor perhotelan dan restoran yang diberhentikan dan cuti di luar tanggungan berjumlah lebih dari 1,4 juta orang.
Namun, Maulana meyakini angka tersebut sudah lebih dari 3 juta pada saat ini.