Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom menilai stimulus pemerintah berupa penurunan tarif PPh badan yang berbentuk perseroan terbuka atau perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia berpotensi menimbulkan diskriminasi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan momen krisis atau yang mengguncang dunia usaha selalu dimanfaatkan oleh para pengusaha. Sementara itu, pemerintah tidak memiliki formulasi stimulus yang tegas.
Menurutnya, stimulus dari pemerintah harus disertai dengan beberapa persyaratan, misalnya tidak melakukan pemutusan hubungan kerja para karyawan. Di sisi lain, bentuk stimulus PPh badan tersebut lebih banyak dinikmati oleh korporasi besar. Semakin besar perusahaan tersebut, semakin besar insentif yang diterima.
"Sebenarnya yang potensial menopang ekonomi di masa krisis dan resesi sebenarnya UMKM, karena mereka lebih fleksibel," katanya kepada Bisnis, Rabu (9/9/2020).
Enny mengatakan, pemerintah juga harus mengkalkulasikan berapa potential loss dari penerimaan dalam memberikan stimulus PPh badan dan dampaknya ke ekonomi. Pasalnya, imbuh dia, stimulus kepada korporasi juga telah diberikan sejak sebelum adanya pandemi Covid-19, namun tidak berdampak pada daya tarik investasi.
"Harus dikalkulasikan betul, misal dalam kondisi normal dampak ke akselerasi ekonomi dan di saat resesi berapa dampak ke pemulihan ekonomi," jelas Enny.
Baca Juga
Adapun, dalam Peraturan Menteri Keuangan No.123/PMK.03/202, Menteri Keuangan menyebutkan bahwa wajib pajak badan atau bentuk usaha tetap yang memenuhi persyaratan tertentu berhak mendapatkan tarif 3 persen dari tarif PPh badan yang berlaku secara umum.
Tarif PPh badan yang dimaksud dalam beleid adalah 22 persen yang berlaku untuk tahun pajak 2020 dan 2021 serta 20 persen untuk tahun pajak 2022. Artinya jika memenuhi persyaratan tersebut, WP Badan bisa mendapatkan tarif 19 persen - 17 persen.
Ketentuan atau persyaratan yang berlaku, seperti dijelaskan dalam pasal 3 ayat 2 adalah harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak; masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5 persen dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh.
Persyaratan lainnya adalah harus memenuhi ketentuan, misalnya keseluruhan saham disetor ke bursa efek minimal 40 persen harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu 1 tahun pajak. Syarat-syarat itu kemudian disampaikan dalam bentuk laporan ke Ditjen Pajak.