Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menyebutkan bahwa apabila kasus positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat, hal itu dapat menimbulkan kerugian lagi terhadap BUMN migas itu.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan bahwa asumsi itu didasarkan apabila rerata kasus Covid-19 tinggi, dimungkinkan terjadinya kembali pengetatan pembatasan sosial.
Hal itu, akan kembali berdampak kepada permintaan bahan bakar yang sangat berpengaruh kepada pendapatan perseroan.
"Ini harus disikapi jangan sampai positive rate Covid-19 naik sehingga terjadi pengetatan kembali. Kalau ada pengetatan kembali, sangat terdampak juga terhadap profil pendapatan kami karena sales volume akan mengalami penurunan kembali," katanya dalam rapat dengar pendapat Pertamina dengan Komisi VII, Senin (31/8/2020).
Menurutnya, tren kinerja keuangan Pertamina pada awal paruh kedua tahun ini telah mengalami perbaikan dengan adanya peningkatan penjualan BBM sebesar 5 persen pada Juli.
Adanya peningkatan penjualan tersebut, tuturnya, dikarenakan pelonggaran yang pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah sehingga membuat aktivitas masyarakat kembali bergerak.
Baca Juga
"Yang terpenting bagaimana Pertamina menyelamatkan semester kedua agar tidak merugi terus-menerus," ungkapnya.
Pertamina telah menyiapkan sembilan kiat untuk menyelamatkan kinerja keuangan perseroan.
Pertama, Pertamina telah melakukan efsiensi belanja modal dan belanja operasioonal sejak Maret 2020 dengan pemotongan untuk belanja modal senilai US$1,7 miliar dan dan biaya operasi US$3 miliar.
Kedua, adalah menjaga produksi minyak dan gas untuk menjaga impor.
Ketiga, pemberian diskon dan menggelar program loyalty untuk membantu sektor UMKM dan ojek online.
Keempat, tren negosiasi kontrak yang sebelumnya menggunakan mata uang asing beralih menggunakan kurs rupiah.
Kelima, beberapa efisiensi konsumsi energi dengan mengganti penggunaan refinery fuel dengan gas alam.
Keenam, menurunkan integrated port time. Biaya di pelabuhan sangat mahal, tetapi saat ini sudah dilakukan efisiensi agar beban pokok penjualan menurun.
Ketujuh, digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umu agar efisiensi dari sisi biaya operasi dan belanja modal.
Kedelapan, inventory build up dan time to buy karena ada kargo yang sudah dibeli dengan harga rendah yang datang kemudian hari.
Kesembilan, mitigasi selisih kurs karena pembukuan Pertamina masih dalam dolar AS, sedangkan pendapatan rupiah.