Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilah-Pilih Hunian ala Milenial, Pertimbangan Tak Hanya Lokasi Strategis

Praktis, mudah diakses, dan ekonomis biasanya menjadi pertimbangan bagi milenial untuk memiliki hunian. Sebagai generasi digital, terkadang mereka juga mendambakan hunian pintar atau smart home yang kaya sentuhan teknologi.
Ilustrasi suasana co-living space. /istimewa
Ilustrasi suasana co-living space. /istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Kini para pengembang perumahan berupaya menyesuaikan pasar, seiring dengan tumbuhnya konsumen dari kalangan milenial. Tak cuma tempat tinggal yang ditawarkan, tetapi juga ada konsep menarik di dalamnya.

Di antara konsep yang berkembang saat ini, hunian di kawasan transit-oriented development (TOD) dan smart home cukup populer ditawarkan oleh pengembang. Konsep hunian tersebut dipandang sesuai dengan selera milenial, yang cenderung praktis, ekonomis, dan memudahkan mereka sebagai individu komuter.

Mengenai kawasan TOD, pengembang berupaya membangun hunian sedekat mungkin dengan akses transportasi. Jadi, tak ada lagi persoalan penghuni harus menempuh jarak berkilo-kilometer untuk menuju sarana transportasi umum. Sebaliknya, penghuni hanya cukup jalan kaki beberapa menit sudah tiba di stasiun atau terminal.

TOD booming di Jabodetabek sejalan dengan permasalahan kemacetan yang tak kunjung usai dan gencarnya pembangunan berbagai moda transportasi modern berbasis rel seperti lintas rel terpadu (LRT) dan moda raya terpadu (MRT).

Salah satu developer yang dikenal sebagai pengembang kawasan TOD adalah PT Adhi Commuter Properti. Anak usaha dari PT Adhi Karya Tbk. (Persero) itu mengembangkan sejumlah kawasan TOD yang terintegrasi dengan LRT Jabodebek.

Adapun bentuk huniannya berupa apartemen. Apartemen yang dimaksud adalah LRT City Bekasi Timur-Eastern Green (Bekasi, Jawa Barat), LRT City-Gateway Park Jaticempaka (Bekasi, Jabar), dan LRT City Royal Sentul Park (Bogor, Jabar). 

Direktur Utama Adhi Commuter Proper Rizkan Firman mengatakan, permintaan hunian di kawasan TOD akan makin tinggi, seiring dengan proses penyelesaian berbagai megaproyek moda transportasi modern berbasis rel di Jakarta dan sekitarnya. Pandemi Covid-19 juga dinilai tak begitu memengaruhi permintaan tersebut.

“Kebutuhan hunian senantiasa meningkat karena jumlah penduduk makin bertambah,” ujarnya.

Rizkan mengatakan, tingginya permintaan akan hunian di kawasan TOD juga selaras dengan dengan Perpres No. 55/2018 tentang Rencana  Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Tahun 2018–2029. Isinya, pemerintah mulai mengatur pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dan memacu penggunaan transportasi umum.

Pihaknya pun optimistis permintaan akan terus meningkat lantaran Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan untuk memulihkan sektor properti akibat pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, BI menurunkan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) 19—20 Februari 2020. Selanjutnya, pada RDG 18-19 Maret 2020, BI-Rate kembali turun 25 bps menjadi 4,50 persen. Langkah itu dilakukan untuk memulihkan sektor properti.

Selain itu, investasi properti di kawasan TOD dapat dijadikan sebagai pilihan lantaran masyarakat makin sadar terhadap kelebihan-kelebihan hunian yang dekat, atau bahkan terintegrasi langsung dengan transportasi umum.

Jika apartemen di kawasan TOD memiliki daya tawar akses transportasi, maka rumah pintar atau smart home menawarkan teknologi di dalamnya. Sejumlah pengembang sudah sejak awal menyiapkan infrastruktur dasar yang memungkinkan suatu rumah dilengkapi dengan berbagai peralatan canggih yang terintegrasi satu sama lain.

Satu satu diantaranya adalah PT Terrakon Property lewat perumahan Royal Resort Residence di Jakarbaring, Palembang, Sumatra Selatan.

Marketing Director Terrakon Property Nata Susanto mengatakan, seluruh rumah di area itu mendukung berbagai peralatan canggih berbasis Internet of Things (IoT). Segala perabotan yang ada di dalamnya dapat dikendalikan melalui ponsel pemilik dari mana saja.

“Didukung dengan jaringan internet fiber optik yang bandwith-nya tinggi. Mendukung IoT untuk kontrol semuanya dari jarak jauh, memantau kondisi rumah dan sekitarnya lewat kamera CCTV secara real time,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nata menjelaskan setiap rumah yang ada di Royal Resort Residence sudah dilengkapi kamera CCTV sebagai perangkat keamanan. Kemudian, setiap sudut perumahan tersebut juga dipasangi kamera serupa yang dapat dipantau oleh seluruh penghuninya lewat ponsel. 

“Semuanya baik [rumah] tipe kecil atau besar sudah dilengkapi sensor keamanan di pintunya sebagai sistem keamanan standar,” tuturnya. 

Selain itu pengembang juga sudah menyiapkan tombol darurat (panic button) yang terintegrasi dengan pihak keamanan setempat dan kepolisian. “Panic bu on juga akan membunyikan sirine jika ditekan.” 

Royal Resort Residence menempa lahan seluas 5 hektare dengan jumlah rumah yang dibangun mencapai 300 unit. Menurut Nata, sebanyak 180 unit di antaranya sudah diserahterimakan kepada pembeli. 

RUANG KOMUNAL

Seringkali keinginan milenial memiliki hunian terganjal pada bujet. Mereka kesulitan mendapatkan hunian di kawasan strategis, mengingat harganya sudah tak ramah lagi di kantong. Hal inilah yang kemudian mendorong tumbuhnya co-living space atau hunian bersama. 

Dengan tinggal bersama, memungkinkan para penghuni menekan bujet untuk hunian. Mereka dapat mengakses fasilitas hunian secara bersama-sama. 

Mengutip archdaily.com, kenda mirip dengan indekos mahasiswa, co-living menggabungkan banyak aspek seper rasa kebersamaan, keberlanjutan, dan ekonomi yang kolaboratif. 

Konsep ini sendiri muncul di Denmark sekitar 1970-an. Saat itu dikenal dengan istilah co-housing dan Saettedammen menjadi co-housing pertama yang dibangun di sana. Di Saettedammen dilaporkan ada 35 keluarga tinggal di rumah pribadi itu. Di sana mereka berbagi ruang komunal untuk bersosialisasi dan melakukan berbagai aktivitas seper makan, bersih-bersih, dan kegiatan lainnya.

Di Indonesia sudah ada sejumlah pihak yang mencoba mengembangkan hunian dengan konsep tersebut. Salah satunya OYO Hotels and Home (OYO) yang meluncurkan OYO Life pada 9 Oktober tahun lalu.

Layanan tersebut awalnya dikembangkan sebagai co-living atau hunian bersama, yang seluruh penghuninya berinteraksi dalam satu komunitas. Namun, dalam perkembangannya kurang dimina konsumen, lantaran mereka lebih menginginkan ruang lebih privat, layaknya menyewa apartemen.

Head of Emerging Business OYO Indonesia Andika mengatakan, untuk konsumen properti premium atau high-end ini yang dicari adalah privasi terjaga dan cenderung individualis.

“Kami pernah mencoba membuat konsep seperti itu di proper premium, tetapi  tidak berhasil. Kalau yang standar sedikit berbeda konsumennya, public area untuk interaksi harus ada di sana,” katanya.

Andika mengatakan perbedaan antara OYO Life standar dan premium terletak pada fasilitas yang terseda. OYO Life premium menyediakan fasilitas tambahan berupa pemanas air dan parkir mobil. Selain itu, terdapat pula layanan pembersihan kamar secara rutin.

Adapun OYO Life standar fasilitasnya adalah tempat tidur, toilet atau kamar mandi di masingmasing kamar, pendingin udara, televisi, Wi-Fi, kamera CCTV di area publik, dan resepsionis 24 jam.

Saat ini, sambungnya, layanan OYO Life sudah tersedia di delapan kota dengan lebih dari 2.500 kamar. Sebagian kecil di antaranya berada di tempat yang sama dengan layanan penginapan atau hotel OYO.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper