Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi sektor properti disebut cukup baik di tengah tekanan pertumbuhan ekonomi, terlihat dari cukup tingginya intensi masyarakat untuk membeli hunian, ungkap Country Manager Rumah.com Marine Novita.
Dia mengatakan tingginya keinginan untuk membeli rumah mengindikasi hal positif dalam pertumbuhan sektor properti di tengah pandemi dan minusnya pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil survei Rumah.com Consumer Sentiment Study Semester 2 tahun 2020, lebih dari separuh atau sekitar 60 persen responden memiliki intensi melanjutkan rencana pembelian hunian untuk ditinggali sendiri, baik pada 2020 ini maupun 2021.
"Sementara mereka yang membeli properti untuk investasi hanya 39 persen responden saja yang masih terus akan melanjutkan pembeliannya baik tahun ini maupun tahun depan," ujarnya dalam siaran pers pada Selasa (25/8/2020).
Rumah.com Consumer Sentiment Study ini adalah survei berkala yang diselenggarakan dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerja sama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura.
Hasil survei kali ini diperoleh berdasarkan 1.007 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada Januari hingga Juni 2020. Survei ini dilakukan oleh portal properti Rumah.com untuk mengetahui dinamika pasar properti.
Dari hasil survei yang sama, sekitar 59 persen responden memiliki minat untuk membeli properti dalam jangka waktu 1 hingga 2 tahun mendatang. Hanya sekitar 41 persen responden sisanya yang berencana membeli hunian dalam jangka waktu lebih dari 3 tahun mendatang.
Marine menambahkan bahwa sebagai salah satu pemangku kepentingan di bidang properti, Rumah.com sangat mengapresiasi adanya perhatian pemerintah terhadap masyarakat di masa pandemi ini terutama di bidang properti dimana Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan penurunan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 4 persen.
“Meski demikian, kalangan perbankan diharapkan bisa segera menyesuaikan suku bunga KPR dengan suku bunga zcuan BI sehingga minat masyarakat untuk membeli rumah dengan memanfaatkan KPR tetap terjaga di tengah pandemi ini. Kita tahu bahwa besarnya suku bunga cicilan menjadi salah satu faktor yang menahan masyarakat untuk membeli properti,” ujarnya.
Tak dapat dipungkiri, rasa cemas dan was-was sempat muncul seiring merebaknya pandemi Covid-19. Kecemasan dan was-was tersebut tidak hanya meliputi industri properti, tetapi juga perekonomian nasional secara keseluruhan. Sejumlah perusahaan berskala besar yang menyatakan gulung tikar seolah menegaskan isu resesi yang sempat bergulir.
Namun, pemerintah dinilai cukup berhasil mengambil kebijakan yang tepat untuk menjaga perekonomian tetap stabil. Keputusan pemerintah untuk tidak menerapkan pembatasan penuh (lockdown) dan menggantinya dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memiliki andil besar menjaga situasi tetap stabil.
Kebijakan PSBB tersebut kemudian dilanjutkan dengan adaptasi kebiasaan baru, di mana sebagian besar kegiatan perekonomian sudah boleh dilaksanakan dengan menerapkan protokol-protokol kesehatan.
Marine menjelaskan berbagai kebijakan pemerintah tersebut, didukung oleh kebijakan yang diluncurkan sebelumnya pada kuartal pertama, seperti relaksasi cicilan bagi kalangan pekerja lepas serta relaksasi dan restrukturisasi KPR, menjaga sentimen para pemangku kepentingan di bidang properti tetap positif.
Menurut dia, tanpa menafikan fakta bahwa kasus-kasus Covid-19 baru masih terus terjadi, kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pandemi ini, termasuk kebiasaan baru menyingkirkan kecemasan yang muncul di masa awal pandemi.
Dalam adaptasi kebiasaan baru, kegiatan perekonomian seperti kegiatan-kegiatan usaha dapat berjalan sambil tetap menerapkan protokol kesehatan. Ini yang menjaga sentimen tetap positif,” tutur Marine.