Bisnis.com, JAKARTA - Sampah, masih menjadi persoalan yang pelik dihadapi masyarakat di hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Bahkan, sebuah peristiwa longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005, yang merenggut hingga 157 jiwa dan hilangnya dua kampung dari peta karena tergulung longsoran sampah, belum mengetuk kepedulian masyarakat terhadap persoalan sampah.
Tragedi longsornya gunungan sampah di TPA tersebut menjadi salah satu bukti bahwa sampah dapat menjadi mesin pembunuh yang bisa merenggut nyawa lebih dari 100 jiwa.
Meskipun peristiwa menyedihkan tersebut memicu perhatian masyarakat, bahkan hingga melahirkan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional, namun tampaknya aksi nyata untuk menyelesaikan persoalan sampah di Tanah Air belum terlihat hasilnya.
Founder Greeneration Foundation Bijaksana Junerosano menilai hingga saat ini masyarakat dan pemerintah cukup bebal atau keras kepala untuk tidak segera menjadikan sampah sebagai persoalan yang serius atau urgent di negeri ini.
"Masalah sampah di Indonesia sudah bikin gemes dan menyedihkan. Seakan kita ini kelompok masyarakat dan pemerintah yang cukup bebal dan tidak bisa belajar dari peristiwa silam," ujarnya di sela Webinar Sustainable City Season 2 yang digelar Jakpro dengan tema City Waste Management Governance, Kamis (17/7/2020).
Baca Juga
Padahal, menurut Sano, 2005 sudah ada korban ratusan jiwa, tidak membuat sejumlah pihak melakukan pembenahan yang fundamental. "Kalau pun melangkah, paling hanya satu langkah saja, tidak progresif perubahannya," ujarnya.
Bahkan, di Jakarta saja, menurut beberapa informasi, 2-3 tahun lagi TPA-nya bakal penuh. "Nah kalau sudah penuh maka 7000-8000 ton sampah per hari ini mau di kemanain?," ujarnya.
Sano mengakui, kalau berbicara data, memang 6 - 7 tahun terakhir, pemerintah sudah cukup intens membahas isu sampah dan menghasilkan sejumlah kebijakan, dibanding dulu isu sampah di nomor sekian.
Padahal, menurutnya selain menyelesaikan persoalan yang masih menjadi momok masyarakat, pada saat bersamaan pengelolaan sampah juga bisa mendatangkan keuntungkan ekonomi.
"Semua tergantung inovasi, kapasitas, dan kreativitas penyelenggara. BUMD punya potensi terkait hal ini," ujarnya.
Pihaknya menilai badan usaha milik pemerintah daerah (BUMD) bisa memberikan peran signifikan dalam proyek pengelolaan sampah.
BUMD memiliki kelebihan bisa leluasa mengembangkan pembiayaan kreatif, sebagai salah satu bagian dari aspek teknis, melengkapi ekosistem kebijakan pengelolaan sampah yang baik dari pemerintah daerah.
Menurutnya lalau hanya fokus mengelola behavior masyarakat lewat peraturan dan kebijakan saja, tidak akan cukup dan butuh waktu lama, sehingga proyek-proyek inovatif dengan kerjasama BUMD harus didorong.
Proyek intermediate treatment facility (ITF) besutan Jakpro yang sanggup mengubah sampah menjadi energi listrik bisa menjadi salah satu contoh proyek pengelolaan sampah yang patut diacungi jempol.
Sementara itu Pemprov DKI Jakarta diketahui tengah membangun fasilitas pengolahan sampah di dalam kota Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter sebagai salah satu sarana pengelolaan sampah Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk menggarap proyek tersebut hingga selesai. Proyek tersebut diharapkan dapat selesai dikerjakan pada 2022. Adapun proses groundbreaking telah dilakukan Desember 2018 silam.
Dalam mengerjakan penugasan pembangunan proyek dengan nilai investasi mencapai kisaran USD 2.500.000 tersebut, Jakpro bermitra dengan Fortum (perusahaan milik negara asal Finlandia).
Instrumen yang mendasari pembangunan ITF Sunter itu Pergub No.33/2018 tentang Penugasan Lanjutan kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengelolaan Sampah di Dalam Kota / Intermediate Treatment Facility.
Selain itu diperkuat dengan Perpres No.35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Pembangunan ITF Sunter juga sudah dilengkapi Izin Lingkungan No.46/K.1a/31/-1.774.15/2018 tanggal 19 Desember 2018, dan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup No.:43/K.1c/31/-1.774.15/2018 tanggal 19 Desember 2018.
ITF yang dibangun di Sunter ini nantinya mampu mengkonversikan sampah yang diolah menjadi listrik yang diharap menyokong kebutuhan listrik di DKI Jakarta.
lTF Sunter mampu mereduksi volume sampah hingga 90% untuk menghasilkan energi listrik sebesar 35 megawatt per jam.
MENGURANGI VOLUME
Direktur Utama Jakpro, Dwi Wahyu Daryoto sebelumnya menerangkan bahwa fasilitas ITF Sunter diproyeksikan bakal mampu mengurangi mobilisasi volume sampah Jakarta ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) hingga 2.200 ton per hari.
Produksi sampah di DKI Jakarta sangat tinggi yaitu mencapai kisaran 7.400 ton per hari dengan pertumbuhan volume sampah setiap tahun sekitar 500 ton.
Menurutnya bila hanya mengandalkan Bantar Gebang sebagai satu-satunya tempat sampah berakhir, dipastikan menimbulkan masalah sosial lingkungan yang kompleks.
Selain itu, kapasitas daya tampung di sana diperkirakan hanya sampai 2021. Ditambah pula sampah-sampah yang terserak mencapai 397 ton per hari, maka harus diatasi sejalan proses edukasi di hulu.
Menurutnya pembangunan ITF tersebut merupakan wujud perubahan cara pandang dalam pengelolaan sampah, karena sejatinya sampah adalah material produktif dalam ekonomi melingkar (circular economy).
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan penggiat lingkungan, mendukung gerakan perubahan di sektor hulu, dan menghargai keberagaman pengelolaan sampah demi kesuksesan proyek ITF.
“Paralel, kami juga berkolaborasi dengan pegiat lingkungan mendukung gerakan perubahan agar bijak memperlakukan sampah,” pungkasnya.
Sementara itu perkembangan terbaru, selain menyelesaikan ITF Sunter, Jakpro segera mengembangkan fasilitas pengolahan sampah baru untuk wilayah layanan Barat Jakarta.
Manajer Proyek ITF Jakpro, Adi Santosa mengatakan bahwa upaya tersebut mendapatkan respon positif masyarakat dengan banyaknya surat minat dan proposal yang masuk serta respon yang diterima secara formal melalui Letter of Interest (LoI) maupun melalui email kepada Jakpro.
“Antusiasme publik untuk berkolaborasi bersama Jakpro membuncah seiring menggemanya slogan Gubernur Anies Baswedan, Jakarta, Maju Kotanya, Bahagia Warganya," ujarnya.
Jakpro pun resmi mengumumkan proses pemilihan Mitra Kerja Sama untuk menjadi bagian pengembangan FPSA baru, dimana kriteria-kriteria dan Owner Requirements akan dijelaskan dalam dokumen Request for Proposal (RfP) yang tersedia pada link registrasi bit.ly/jakartaitf
"Link registrasi itu hanya bisa diakses oleh para calon mitra yang telah mendaftar dan memenuhi persyaratan administrasi yang ditetapkan," ujarnya.
Adi menegaskan bahwa badan usaha yang berminat perlu memahami bahwa untuk menjamin dan memastikan proses pengadaan yang transparan, surat minat dan respons sebelumnya tidak akan diperhitungkan.
Menurutnya calon mitra kerjasama dapat berupa konsorsium perusahaan yang membawa keahlian pengelolaan sampah, (baik itu nasional maupun internasional), membawa lahan sesuai, teknologi yang terbukti tepat guna dan ramah lingkungan, dan memiliki kemampuan pendanaan untuk proyek senilai minimal USD300 juta atau setara dengan minimal 2000 ton pengelolaan sampah per hari.