Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) diproyeksikan mengalami perbaikan kinerja dan berkontribusi besar untuk penerimaan negara yang bersumber dari BUMN.
Dalam buku Nota Keuangan RAPBN 2021, dalam macro stress test dengan menggunakan 24 BUMN dari sektor keuangan, energi, dan karya sebagai sampel, fluktuasi harga minyak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan negara yang bersumber dari BUMN.
"Hal ini dikarenakan besarnya kenaikan kontribusi penerimaan negara yang bersumber dari PT Pertamina yang disebabkan telah membaiknya kondisi pasar global," tulis pemerintah dalam Buku Nota Keuangan RAPBN 2021 yang dikutip, Jumat (14/8/2020).
Pemerintah menyebutkan bahwa kenaikan harga minyak diproyeksikan tetap memberi dampak positif terhadap kenaikan setoran pajak dan PNBP.
Selain itu, kenaikan harga minyak secara agregat berpengaruh signifikan terhadap kenaikan pendapatan BUMN sektor energi yang didorong oleh kenaikan pendapatan Pertamina.
Dalam RAPBN 2021, harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan berkisar pada US$45 per barel dan lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 705.000 barel dan 1.007.000 barel setara minyak per hari.
Baca Juga
"Kenaikan pendapatan Pertamina atas penjualan minyak dan gas di Indonesia," sebut pemerintah.
Adapun, untuk variabel kenaikan valas sebesar 20 persen dari perkiraan dalam APBN, memberi tekanan pada jumlah utang bersih BUMN sektor energi.
Hal itu salah satunya disebabkan oleh besarnya nilai utang valas baik pada PT PLN (Persero) maupun Pertamina.
"Namun, kenaikan valas juga berpotensi meningkatkan nilai aset bersih yang didorong oleh besarnya nilai aset berdenominasi nonrupiah yang dimiliki Pertamina," jelas pemerintah.
Berdasarkan laporan keuangan Pertamina 2019, perusahaan pelat merah itu mencatatkan total pendapatan usaha pada 2019 senilai US$54,58 miliar dengan aset US$67,08 miliar.
Fajriyah Usman, VP Corporate Communication Pertamina, menjelaskan bahwa sepanjang tahun lalu perseroan melalui tantangan perekonomian 2019 yang masih mengalami tekanan sejalan dengan dinamika global.
Selain itu, terdapat sejumlah beberapa sentimen yang memengaruhi kinerja sektor migas seperti nilai Indonesia Crude Price yang masih cukup tinggi di level US$62 per barel dan kurs yang cenderung menguat di kisaran Rp14.146.
Dari situ, Pertamina mengantongi laba bersih senilai US$2,53 miliar atau Rp35,80 triliun sepanjang periode tahun lalu.