Bisnis.com, JAKARTA - Penjualan sektor ritel modern di segmen toserba pada semester II/2020 berpeluang kembali menggeliat. Dengan catatan tidak adanya gelombang kedua, kian longgarnya penerapan PSBB, penyaluran stimulus yang makin efektif, serta meningkatnya optimisme akan diproduksinya vaksin Covid-19 merupakan sejumlah faktor yang menentukan.
Mengacu kepada faktor-faktor tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey berharap pertumbuhan penjualan ritel di segmen toserba setidaknya dapat bertumbuh di kisaran 1,5-2 persen pada semester II/2020.
"Kalau situasinya lancar, kami berharap pertumbuhan penjualan untuk segmen toserba bisa di kisaran 1,5-2 persen pada semester kedua [2020]. Kalau perkembangan situasinya moderat, pertumbuhan masih dapat terjadi di kisaran 0,5 persen. Namun, kalau situasinya memburuk, bisa minus," ujar Roy kepada Bisnis.com, akhir pekan lalu.
Pada semester sebelumnya, kata Roy, total penjualan ritel di segmen toserba turun drastis mengikuti anjloknya penjualan di segmen ritel modern secara keseluruhan, yang ditaksir turun 80-90 persen dari periode normal, di mana pada semester I tahun lalu omzetnya mencapai Rp150 triliun.
Dia mengatakan penjualan yang diraup di segmen toserba pada semester I/2020 hanya berkisar 25 persen dari nilai penjualan total sektor ritel modern pada periode tersebut, atau kisaran sekitar Rp4 triliun.
Angka tersebut, lanjutnya, dikontribusi oleh sekitar 10 persen pengunjung yang berbelanja. Adapun, total pengunjung yang mendatangi toserba pada semester pertama lalu jumlahnya juga tidak banyak, yakni hanya berkisar 30-35 persen dibandingkan dengan periode normal.
Baca Juga
Kebijakan pemerintah dalam hal penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ke depan pun menjadi penentu. Jika PSBB diperpanjang atau bahkan Gelombang kedua pandemi terjadi, kata Roy, maka tingkat produktivitas di segmen toserba masih akan rendah dan ekspektasi pasar juga akan berkurang.
Mengutip BI, Roy mengatakan Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) di segmen ritel akan membaik pada Agustus 2020 dengan 133 poin hingga November 2020 dengan 149 poin.
Ekspektasi tersebut, muncul karena adanya dorongan ke pemerintah untuk meningkatkan efektivitas program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada paruh kedua tahun ini. Termasuk jaminan pinjaman terhadap pelaku usaha non-UMKM dan non-BUMN yang diharapkan dapat menurunkan bunga komersial pinjaman pelaku ritel dari 12 persen hingga di bawah 2 persen.
Selain itu, rencana pemerintah memberikan subsidi biaya ketenagakerjaan diharapkan dapat segera terealisasi di semester kedua ini sebagai stimulan bagi daya konsumsi masyarakat. Penambahan jam operasional perusahaan pun juga dinilai perlu diberikan keluwesan oleh pemerintah dari 6 jam menjadi 10 jam dalam satu hari.
Pelaku industri retail pun, lanjut Roy, telah siap untuk menerapkan sejumlah strategi. Di antaranya; pertama, promosi yang ditujukan khusus kepada segmen konsumen tertentu. Kedua, menjalin kerja sama dengan bank dan platform teknologi finansial (tekfin) untuk memberikan rewards dan uang kembali (cash back) kepada konsumen.
Ketiga, meningkatkan level pelayanan antar ke rumah dan tempat beraktivitas/kantor. Keempat, melakukan penjualan secara omnichannel, misalnya melalui pemberdayaan teknologi digital seperti WhatsApp marketing dan berbagai saluran media sosial lainnya.