Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Perbedaan Resesi dan Depresi, Indonesia Masuk yang Mana?

Apakah Indonesia sudah masuk ke zona resesi? Pertanyaan muncul setelah BPS mengumumkan PDB Indonesia kuartal II/2020. Namun, banyak masyarakat yang masih awam dengan istilah resesi, apalagi depresi. Berikut ini penjelasan Bisnis soal perbedaan keduanya.
Presiden Joko Widodo memberikan amanat saat memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila secara virtual di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (1/6/2020). Upacara secara virtual itu dilakukan karena pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/BPMI Setpres/Handout
Presiden Joko Widodo memberikan amanat saat memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila secara virtual di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (1/6/2020). Upacara secara virtual itu dilakukan karena pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/BPMI Setpres/Handout

Bisnis.com, JAKARTA - Istilah resesi sering sekali kita dengar dari paparan ekonom dan pejabat pemerintah.

Istilah ini semakin populer setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 yang mengalami kontraksi hingga -5,32 persen.

Banyak pihak yang mengira ekonomi Indonesia pada kuartal kedua tersebut telah mengalami resesi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani membantah hal tersebut.

"Sebetulnya kalau dilihat secara year on year [yoy], belum [resesi secara teknikal] karena ini pertama kali Indonesia mengalami kontraksi," katanya dalam konferensi pers daring bersama KSSK, Rabu (5/8/2020).

Kontraksi ekonomi pada kuartal II/2020 adalah kontraksi ekonomi terbesar pertama sejak kuartal I/1999. Kontraksi ekonomi adalah kondisi penurunan siklus ekonomi yang dalam sehingga angka PDB berada di kisaran minus. 

"Yang disebutkan tadi pertumbuhan quarter-to-quarter biasanya yang dilihat resesi adalah secara yoy dua kuartal berturut-turut," lanjutnya.

Bisnis mencoba merangkum berbagai sumber tentang pengertian resesi ekonomi.

Dikutip dari Merriam Webster, resesi ekonomi adalah penurunan tren di siklus bisnis, salah satunya ditandai dengan adanya penurunan produksi dan tenaga kerja.

Tren ini menekan pendapatan dan belanja rumah tangga yang memicu penundaan investasi atau pembelian barang di sisi bisnis dan rumah tangga.

Resesi dapat terbatas secara geografis, misalnya hanya terjadi di satu negara saja.

Jika dilihat secara teknikal, resesi ditandai dengan penurunan angka produk domestik bruto (PDB) ke teritori minus atau mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Contoh kasus resesi di dunia a.l. krisis sub-prime mortgage 2008 dan krisis Yunani.

Kemudian, apa sebenarnya perbedaan dengan depresi?

Menurut Merriam Webster, depresi adalah penurunan signifikan di dalam siklus bisnis. Penurunan ini lebih parah dan dalam dibandingkan siklus di dalam resesi.

Depresi dapat dikatakan sebagai resesi dalam siklus yang panjang. Depresi ekonomi ditandai dengan merebaknya jumlah pengangguran, penurunan serius di sektor konstruksi dan penurunan tajam di perdagangan internasional dan pergerakan aliran modal.

Depresi menjangkau wilayah yang lebih luas dalam tatanan global. Tanda-tanda depresi adalah ketika angka PDB terkontraksi hingga 10 persen lebih. Contoh kondisi depresi, yaitu Great Depression pada tahun 1930-an dan Long Depression pada 1870-1890-an.

Apakah Indonesia akan mengalami resesi?

Sri Mulyani mengajak seluruh pihak, masyarakat dan stakeholders, untuk bersama-sama memulihkn ekonomi Indonesia.

"Insyaallah kita tidak secara teknikal mengalami resesi," ujarnya.

Peluang kontraksi ekonomi lanjutan pada kuartal III/2020 masih terbuka, melihat dalamnya kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 yang mencapai 5,32 persen.

Artinya, Indonesia bisa mengalami resesi seperti negara-negara lain, Hong Kong, Jepang dan Filipina.

Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro memperkirakan kontraksi kuartal III/2020 akan lebih rendah dari kuartal II/2020, yakni sebesar -1 persen sampai dengan -2,9 persen.

"Sektor pertanian yang telah melewati puncak musim panen hampir tidak mungkin menopang ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat, [tetapi] sektor komoditas bisa," ujar Satria dalam laporannya, Kamis (6/8/2020).

Dia menegaskan kombinasi dari potensi kenaikan di harga komoditas dan stimulus pemerintah seharusnya mampu mendongkrak daya beli.

Kombinasi tersebut, lanjut Satria, dapat menutupi pertumbuhan investasi yang tertekan.

Konsumsi rumah tangga lesu di -5,51 persen pada kuartal II/2020, tetapi angka ini masih jauh lebih baik daripada kontraksi investasi yang mengalami kontraksi -8,61 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper