Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tengah berdiskusi alot dengan Repsol terkait dengan keberlangsungan Blok Sakakemang.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S. Handoko menjelaskan bahwa penetapan harga gas bumi tertentu di titik serah pengguna gas bumi (plant gate) ditetapkan sebesar US$6 per MMBtu berdampak kepada keekonomian kontraktor.
SKK Migas, tuturnya, tengah berdiskusi alot dengan Repsol karena menginginkan penjualan harga gas hulu di atas level US$7 per MMBtu.
"Saat ini kami dari divisi komersial ikut campur dalam penentuan apakah bisa lanjut apa tidak karena harga keekonomian KKKS Repsol berbeda dengan harga yang bisa kita jual di Indonesia apalagi sekarang kita sudah ada aturan harga US$6," katanya dalam webinar, Kamis (6/8/2020).
Arief mengungkapkan bahwa harga jual gas sangat berpengaruh terhadap internal rate of return (IRR) kontraktor.
Dalam hal ini, harga jual gas yang ditentukan US$6 per MMBtu tidak masuk ke dalam nilai keekonomian Repsol pada proyek Blok Sakakemang.
Baca Juga
"Saat ini kami sedang diskusi alot terkait keberlangsungan Repsol," jelasnya.
Sebelumnya, SKK Migas menargetkan rencana pengembangan Blok Sakakemang dapat rampung pada kuartal I/2020.
Repsol sebagai operator baru di Blok Sakakemang mengajukan sertifikasi cadangan terbukti sebesar 1 triliun kaki kubik dari potensi cadangan terbukti 2 triliun kaki kubik.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa jumlah sumur delineasi dalam pengembangan lapangan di Blok Sakakemang belum terlalu banyak.
Sumur delineasi adalah sumur yang dibor dengan tujuan menetapkan batas reservoir minyak dan gas bumi dan produktivitas sumur. Apabila sesuai rencana, lapangan tersebut sudah mulai berproduksi pada 2021.