Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian Indonesia pada kuartal II/2020 tercatat mengalami pertumbuhan negatif 5,32% secara year-on-year (yoy). Kontraksi ini sedikit lebih dalam dari prediksi Kementerian Keuangan di kisaran -5,1 persen hingga -3,5 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dari sisi pengeluaran, pertumbuhan negatif terjadi pada seluruh komponen, di antaranya konsumsi rumah tangga -5,5 persen, investasi -8,6 persen, dan pengeluaran pemerintah -6,9 persen.
Konsumsi pemerintah pun mengalami kontraksi -6,9 persen yoy akibat penurunan realisasi belanja pemerintah pusat, terutama pada belanja pegawai -11,1 persen yaitu penurunan belanja THR dan belanja barang akibat diterapkannya bekerja dari rumah dan PSBB yang menyebabkan belanja perjalanan dan aktivitas pemerintah menurun tajam.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu mengatakan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) masih dalam tahap awal pelaksanaan sehingga belum dapat mengkompensasi penurunan belanja pemerintah.
Namun belanja bantuan sosial tumbuh sangat tinggi hingga 55,9% di kuartal kedua diharapkan akan memperbaiki konsumsi pada triwulan selanjutnya.
"Seiring dengan implementasi kebijakan kenormalan baru yang di berbagai daerah, akselerasi pemulihan aktivitas sosial dan ekonomi diharapkan berjalan dengan percepatan program PEN," katanya melalui siaran pers, Rabu (5/8/2020).
Baca Juga
Febrio menyampaikan pada kuartal III dan IV, belanja pemerintah sebesar Rp1.670,8 triliun akan terus digenjot untuk mendorong konsumsi pemerintah dan juga mendorong konsumsi rumah tangga melalui belanja perlindungan sosial.
Program belanja perlindungan sosial sudah berjalan sebesar Rp85.51 triliun dan akan diperluas dan ditambah antara lain dengan bantuan beras untuk penerima PKH Rp4,6 triliun, bantuan tunai Rp500.000 untuk penerima kartu sembako di luar PKH Rp5 triliun, ketahanan pangan dan perikanan Rp1,5 triliun, bantuan produktif untuk 12 juta UMKM sebesar Rp28 triliun, dan bantuan gaji Rp600.000 untuk 4 bulan bagi 13 juta pekerja, sebesar Rp31,2 triliun.
Selanjutnya, kata Febrio, program PEN dari sisi penawaran harus diperkuat. Kombinasi antara penempatan dana murah pada perbankan dengan penjaminan kredit UMKM serta penjaminan kredit korporasi padat karya diharapkan menggerakkan kredit.
"Insentif sektoral juga harus diintensifkan. Insentif perpajakan seperti PPh 22 Impor, PPh 25, PPh Final PP 23, dan Restitusi PPN dipercepat, telah dinikmati oleh 404.554 wajib pajak dengan nilai manfaat sebesar Rp16,56 triliun," tuturnya.
Dia menjelaskan manfaat paling tinggi dari insentif pajak tersebut dinikmati oleh sektor perdagangan, industri pengolahan, serta transportasi dan pergudangan. Diharapkan akan membantu pemulihan sektor tersebut.
Di samping itu, pemerintah juga memberikan tambahan bantuan kepada dunia usaha berupa keringanan tagihan listrik untuk semua pelanggan industri, bisnis, dan sosial untuk Juli hingga Desember 2020 dengan nilai anggaran Rp3,1 triliun ini diharapkan menambah daya tahan perusahaan.
Dia menambahkan, aktivitas perekonomian di daerah juga harus terus didukung. Program pinjaman daerah yang dianggarkan sebesar Rp15 triliun telah diluncurkan dan dimulai dengan Pemda Jawa Barat Rp1,9 triliun dan DKI Jakarta Rp4,5 triliun.
"Program ini diharapkan bisa menggerakkan aktivitas perekonomian di daerah," jelas Febrio.