Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan perbankan didesak untuk segera menurunkan bunga kredit pemilikan rumah seiring dengan telah turunnya suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate Bank Indonesia sebesar 25 basis poin menjadi 4 persen.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan bahwa perbankan diharapkan bisa lebih mengedepankan kewajaran dengan juga ikut menurunkan suku bunga mereka. Pasalnya, selama ini menurunnya BI 7-Day Reverse Repo Rate tidak selalu diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan.
"Bunga-bunga KPR masih cukup tinggi berkisar 9 persen sampai 10 persen," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5/8/2020).
Menurutnya, bunga KPR yang disebut kalangan perbankan itu rendah yakni bunga promo saja maupun subsidi dari pengembang sehingga suku bunga KPR terlihat rendah. Namun, untuk bunga acuan perbankan dinilai tetap masih tinggi.
Pihaknya tak memungkiri beberapa bank sebenarnya sudah melakukan bunga promo yang lebih rendah dengan fixed rate 1 atau 2 tahun saja, tetapi bunga acuan tiap-tiap bank masih tinggi.
"Semua bilang sudah rendah sampai 7 persen, tetapi itu bunga promo fixed 1 tahun hingga 2 tahun. Kalau mereka turunin bunga acuan, harusnya bisa lebih rendah dari itu," kata Ali.
Selain itu, bunga pinjaman untuk konstruksi juga dinilai masih tinggi. Para pengembang yang telah bekerja sama dengan pihak perbankan saat suku bunga tinggi, belum juga diberikan kebijakan pengurangan suku bunga secara otomatis.
Banyak pengembang memperoleh pinjaman dengan dengan suku bunga 11,5 persen sampai 12,5 persen sehingga saat ini tidak bisa menikmati tren suku bunga murah.
"Ini cukup tinggi dibandingkan bunga acuan BI saat ini. Kami berharap bank mau menurunkan bunga kreditnya. Kami juga berharap Bank Indonesia dan OJK dapat memberi teguran kepada pihak perbankan untuk ikut juga menurunkan suku bunga mereka. Kondisi saat ini dampaknya akan sangat besar bila tidak diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan," tutur Ali.