Bisnis.com, JAKARTA – Wacana menerapkan sistem kerja remote working untuk aparatur sipil negara sejalan dengan rencana pemindahan ibu kota yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Plt Kepala Pusat Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan Bappenas Muhammad Irfan Saleh menyatakan, instansi yang dipimpin oleh Suharso Monoarfa ini merupakan anggota satuan kerja reformasi birokrasi.
Oleh sebab itu, konsep remote working yang diajukan memiliki latar belakang yang terkait dengan rencana pindah ibu kota. Irfan beralasan, nantinya pemindahan ibu kota bukan hanya fisiknya tetapi juga pola dan mekanisme kerja pemerintah.
Selain tuntutan akibat rencana pemindahan ibu kota, pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin memang ingin mereformasi birokrasi menjadi lebih efisien dan efektif seperti di Australia.
Salah satu usulan, PNS tidak perlu bekerja seumur hidup, status bekerja jadi lebih fleksibel. Beberapa adaptasi lain yang mau dicontoh pemerintah seperti di Jepang, dimana perempuan yang sesudah melahirkan masih bsia remote working dalam instansi pemerintah.
“Jadi tujuan remote working ini targetnya untuk dorong produktivitas, kualitas, dan akuntabilitas,” tutur Irfan kepada Bisnis beberapa waktu yang lalu.
Baca Juga
Dia menambahkan, sejak Maret 2020 WFH dicanangkan, Bappenas cenderung lebih adaptif. Semua prosedur sudah disiapkan lebih dahulu sehingga mekanisme kerja berjalan lancar.
Alhasil pada Mei 2020 lalu, Bappenas dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB), sudah memulai remote working dan rumusan reformasi birokrasi.
“Jadi kami sudah diarahkan dengan perubahan pola kerja ini aka nada perampingan struktur PNS. Nantinya eselon 3 dan 4 ditiadakan, karena selama ini dianggap tidak efektif dan terlalu panjang,” paparnya.
Nantinya dalam proses perampingan itu, eselon 3 dan 4 dilebur menjadi staf fungsional dan tugas dilaksanakan secara struktural dan hanya dikontrol eselon 1 dan 2.
“Jadi hierarki berubah namun karena sistem digital penghapusan eselonisasi ini tidak masalah karena staf ini bisa langsung interaksi dengan atasan. Kalau ada masalah dihadapi bisa dilaporkan jadi struktur dibawah eselon,” pungkasnya.
Saat ini, pemerintah lintas instansi sedang mensinkronisasi peraturan perundang-undangan terutama terkait mekanisme pengawasan kedisiplinan, alokasi waktu kerja 8-9 jam per hari, dan kepatuhan dalam mencapai target. Upaya ini pun disesuaikan dalam PP Nomor 30/2019 terkait penilaian kerja PNS.
Sinkronisasi juga menjadi fokus mengingat tidak semua kementerian dan lembaga bisa memakai mekanisme yang sama tergantung dan bidang kerja. Selain itu sinkronisasi masih perlu persiapan ekstra karena harus diimplementasikan pada semua pemerintahan daerah di seluruh Indonesia.
“Perampingan menuntut eselon 3 dan 4 harus punya keahlian khusus, selain itu juga keahlian yang sifatnya adaptif terhadap kebutuhan, jadi bukan lagi jenis PNS yang datang ke kantor menunggu arahan atasan mau kerja apa. Penilaian kerja dilihat dari ketepatan, kedisiplinan, dan kualitas hasil kerja,” tuturnya.