Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontraktor Migas Berharap Fleksibilitas Tidak Hanya di Atas Kertas

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif meneken Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang perubahaan ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil gross split.
Penampakan Peraturan Menteri ESDM No. 12/2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM No. 8/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, tidak lain untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan investasi migas.
Penampakan Peraturan Menteri ESDM No. 12/2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM No. 8/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, tidak lain untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan investasi migas.

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha hulu minyak dan gas bumi menilai pemberlakukan fleksibilitas kontrak bagi hasil bisa meningkatkan nilai keekonomian proyek.

Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020.

"Karena hal ini dapat menimbulkan adanya fleksibilitas dari suatu proyek migas untuk membuat tingkat keekonomian proyek semakin meningkat," katanya kepada wartawan, Senin (3/8/2020).

Dia menambahkan, pada setiap proyek di hulu migas, terdapat karakteristik dan tingkat risiko yang berbeda-beda.

Dia menilai, pemberlakuan skema kontrak bagi hasil gross split maupun cost recovery sangat bergantung pada karakteristik masing-masing proyek.

Dengan pemberlakuan beleid tersebut, diharapkan bisa menumbuhkan minat investasi di sektor hulu migas dalam negeri.

"Jadi, terbitnya Permen ESDM yang memberikan kebebasan bagi KKKS untuk memilih skema kontrak kerja sama diharapkan dapat meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di Indonesia," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif meneken Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang perubahaan ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil gross split.

Dalam beleid yang ditetapkan pada 15 Juli 2020 itu, memberikan fleksibilitas untuk investor memilih kontrak bagi hasil atau pengembalian biaya operasi migas melalui dua skema yakni gross split dan cost recovery.

Perubahan ini untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan investasi di bidang kegiatan usaha hulu migas.

Di sisi lain, staf pengajar Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan Permen ESDM No.12/2020 masih terkesan ambigu.

Menurutnya, Pasal 25 (c) Permen ESDM No. 12/2020 kurang lugas dan jelas. "Pasal 25 c tersebut masih ambigu, multitafsir dan cenderung tidak memberikan fleksibilitas untuk memilik kontrak menjadi cost recovery," katanya, saat dihubungi Bisnis.

Idealnya, lanjut Pri Agung, kontraktor yang kontrak kerja samanya telah ditandatangani sebelum peraturan ini ditetapkan, dapat mengusulkan perubahan bentuk kerja sama, baik gross split ataupun cost recovery.

Pri Agung mengapresiasi pemerintah yang berupaya berbenah untuk menghadirkan atmosfer bisnis hulu migas yang lebih baik. Akan tetapi, dengan ada poin-poin yang terkesan ambigu, dikhawatirkan tidak memberikan dampak signifikan bagi investasi hulu migas.

"Sebetulnya, kalau ketentuannya lebih lugas dan tidak ambigu begitu, akan positif. Kalau ini, terkesan masih setengah hati dan cenderung tetap ingin membatasi perubahan hanya kepada gross split," tambahnya.

Terpisah, Ketua Umum Aspermigas John S. Karamoy mengatakan, antara production sharing contract (PSC) cost recovery dan PSC gross split pada dasarnya sama saja bagi investor migas.

Penghasilan dari dua skema kontrak bagi hasil tersebut dinyatakan dalam pembagian produksi migas yang telah ditemukan. Pada umumnya, pembagian produksi minyak bumi adalah 60 persen untuk pemerintah dan 40 persen untuk investor.

Dalam PSC cost recovery, bagian investor terdiri atas cost recovery oil dan bagian kontraktor. Sementara itu, dalam PSC gross split, pembagian produksi sudah dapat dihitung sebelum melakukan eksplorasi.

"Yang mana yang menguntungkan pemerintah dan yang menguntungkan investor itulah yang harus menjadi pilihan. Jika investor memilih salah satu dari dua PSC system tersebut, apakah pemerintah mau mendukung penuh dengan pilihan tersebut?" katanya.

Lebih lanjut, John mengatakan, investor selalu menginginkan setiap kebijakan yang berubah, tapi pada hasil akhirnya tidak merubah bagian investor.

Sementara itu, John mengungkapkan, yang menjadi masalah bagi investor adalah kenyataan proses persetujuan pengembangan (PDO) dari temuan migas yang telah diperoleh sebagai hasil dari eksplorasi masih berjalan dengan rumit, terlebih investor dibebani dengan biaya-biaya tambah.

"Dalam PSC system, ada ketentuan bahwa persetujuan POD oleh Pemerintah disertai dengan tambahan kalimat the approval of which will not be unreasonably withheld," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper