Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu menjaga komitmen untuk meningkatkan nilai tambah dari produk tambang dengan pembangunan fasilitas pemurnian.
Peneliti dari Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman, mengatakan paradigma tambang dalam negeri masih sangat ekstraktif dengan menjual bahan tambang dengan harga murah, sehingga membuat negara merugi dan terjadi eksploitasi berlebihan. Menurutnya, pembangunan pabrik smelter dapat memberikan efek berganda bagi pembangunan nasional.
“Jangan ada langkah mundur lagi. Jika ada yang bilang penghiliran hanya untuk perusahaan asing, tidak sepenuhnya benar juga, karena perusahaan milik negara, seperti Mind Id dan PT Aneka Tambang sekarang sedang gencar membangun pabrik Feronikel di Halmahera," ujar Ferdy melalui keterangan tertulisnya, Senin (3/8/2020).
Dia berharap pemerintah dapat mendorong perusahaan-perusahaan tambang di Tanah Air untuk membangun pabrik smelter. Dengan begitu, dorongan untuk pembangunan smelter tidak hanya ditekankan kepada perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
"Ketika perusahaan asing masuk, barulah kita protes, padahal perusahaan nasional banyak yang tak berinisiatif membangun pabrik smelter atau melakukan merger dengan beberapa perusahaan untuk membangun pabrik smelter,” katanya.
Sampai saat in,i baru 17 perusahaan yang sudah membangun pabrik smelter. Menurutnya, itu angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemda sepanjang 2009-2019 yang mencapai 13.000 IUP.
Baca Juga
“Dari 17 pabrik eksisting itu, yang paling banyak adalah smelter nikel sebanyak 11 pabrik, bauksit 2 pabrik, tembaga 2 pabrik, besi 1 pabrik, dan mangan 1 pabrik,” kata Ferdy menambahkan.
Dia menuturkan, pemerintah memang berharap sampai 2020 sudah ada 48-52 pabrik smelter eksisting, karena sekarang masih dalam tahap konstruksi. Tetapi itu bisa saja mundur dari jadwal jika Covid-19 berbuntut panjang.
Namun untuk jangka menengah dan jangka panjang, pembangunan 48-52 pabrik smelter bisa memompa perekonomian nasional dan daerah pascapandemi Covid-19 karena total dana investasi untuk membangun 48 pabrik mencapai US$19 miliar.