Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lumrah, Tren Harga Beras Tak Sejalan dengan Gabah

Berdasarkan pantauan AB2TI, harga GKP selama periode 2019/2020 justru menyentuh level tertinggi pada Agustus 2019 di angka Rp5.160 per kg dan terus mengalami penurunan ketika pada tahun-tahun sebelumnya menyentuh level tertinggi pada Januari atau Februari.
Para petani memilah gabah hasil panen di desa Dawuan, Subang./ Antara - Arief Luqman Hakim
Para petani memilah gabah hasil panen di desa Dawuan, Subang./ Antara - Arief Luqman Hakim

Bisnis.com, JAKARTA-Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santoso mengemukakan bahwa tren harga pada gabah kering panen (GKP) yang tak sejalan dengan harga beras di konsumen merupakan hal yang wajar.

Dia mengatakan perbedaan kenaikan harga gabah dan beras lebih banyak dipengaruhi oleh rantai pasoknya.

Berdasarkan pantauan AB2TI, harga GKP selama periode 2019/2020 justru menyentuh level tertinggi pada Agustus 2019 di angka Rp5.160 per kg dan terus mengalami penurunan ketika pada tahun-tahun sebelumnya menyentuh level tertinggi pada Januari atau Februari.

Kondisi harga gabah tersebut disebut Dwi tak diikuti dengan harga beras di tingkat konsumen. Dia menjelaskan harga beras justru mencapai puncaknya pada Desember 2019 yakni Rp9.680 per kg.

“Jadi tren harga gabah ini sebenarnya tidak melulu sejalan dengan harga beras, semua tergantung rantai pasoknya,” kata Dwi, Senin (3/8/2020).

Terlepas dari perbedaan tersebut, dia tak memungkiri bahwa harga GKP berpotensi naik pada Agustus dan September mendatang. Meski demikian, dia memperkirakan hal tersebut belum tentu diikuti dengan kenaikan harga beras.

Dwi pun menjelaskan bahwa berlanjutnya penyaluran bantuan sosial tak secara otomatis mencegah kenaikan harga gabah pada musim kemarau karena petani cenderung menahan penjualan. Oleh karena itu, dia tetap meyakini harga GKP tetap bakal tinggi.

“Petani biasanya akan menyimpan gabahnya, belum tentu dilepas. Jadi harga akan tetap tinggi. Kemungkinan stoknya akan dikeluarkan pada Oktober untuk kemudian menjadi modal penanaman musim selanjutnya,” terangnya.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri memperkirakan bahwa harga beras yang relatif terjaga lebih banyak dipengaruhi oleh permintaan masyarakat yang tertekan selama pandemi Covid-19. Hal ini pun mengakibatkan posisi pasokan tetap berada di atas permintaan.

“Bansos mungkin mempengaruhi, tapi lebih banyak dipicu oleh permintaan yang melemah. Memang dalam beberapa bulan ini harga beras sulit naik,” kata Mansuri.

Penurunan harga beras pada Juli 2020 disebut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menjadi salah satu pemicu deflasi pada periode ini yang mencapai 0,1 persen. Beras sendiri tercatat memberi sumbangan pada deflasi sebesar 0,01 persen menurut data BPS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper